Pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism dinilai sebagai aspek terpenting bagi pengembangan sektor pariwisata di era kenormalan baru pascapandemi Covid-19.
Sustainable tourism diyakini pula selaras dengan kebijakan protokol kesehatan. Menurut Plt. Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf/Baparekraf Frans Teguh, sustainable tourism yang berpusat kepada manusia atau community based tourism bakal jadi tren.
“Diversifikasi produk, pelayanan sesuai dengan kebutuhan perilaku masyarakat, pola pelayanan serta upaya meningkatkan kekuatan kearifan lokal yang akhirnya menjadi unique selling point,” imbuh Frans.
Frans Teguh mengambil contoh Pulau Bali, yang diharapkan menjadi provinsi yang siap, bila pariwisatanya mulai dibuka secara bertahap. Masyarakat Pulau Dewata memiliki kesadaran kolektif, kearifan lokal sejak lama dan tetap masih menjaga dan merawat modal sosial seperti tehadap nilai adat istiadat, tradisi, budaya, dan lingkungan.
“Bali menjadi model atau contoh untuk menjadi model nasional. Bagaimana masyarakatnya memiliki kesadaran kolektif yang relatif tinggi, dan selalu belajar dari krisis ke krisis, selalu masih berupaya mempertahankan keseimbangan,” ujar Frans.
Bali berkembang dan bertransformasi dalam bidang pariwisata sejak lebih dari 100 tahun yang lalu, “Jadi proses transformasi sosial dan budaya tersebut sudah menjadi kekuatan entitas modal sosial dan keberlangsungan kehidupan,” katanya.
Frans Teguh juga menjelaskan, untuk menerapkan pariwisata berkelanjutan lebih luas dibutuhkan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan pariwisata.
“Berbagai disiplin ilmu dan stakeholder harus bekerja bersama-sama dan memperbaiki asoek tata kelola, aspek ekonomi, sosia budaya dan lingkungan untuk tmeningkatkan daya saing, reputasi dan kepercayaan publik serta nilai keberlanjutan sumber daya kepariwisataan,” ujarnya.