PELATARAN rumah di Jalan Hayamwuruk, No 60 Denpasar, berderet mobil mewah milik I Gusti Ngurah Anom. Pria yang kerap disapa Ajik Cok ini mengawali kesuksesannya sebagai pengusaha dari nol.
Walaupun hanya tamatan SMP, Ajik memiliki tekad kuat untuk mengubah hidupnya.
Pilihannya merantau dari Singaraja ke Denpasar, ternyata tidak sia-sia. “Mengawali usaha, sejak pagi, siang, dan malam saya tidak bisa tidur. Usaha yang dirintis pertama kali adalah Cok Konfeksi pada 1990,” ujar pria kelahiran Singaraja ini.
Sebelum membuat usaha sendiri, Ajik Cok mengaku bekerja di konfeksi milik Sidarta. Bahkan ketika usahanya baru berjalan, Sidarta mendukung dan mengisi Cok Konfeksi dengan barang dagangan.
“Semuanya berkat Pak Sidarta dan beliau tidak mungkin lepas. Saya dapat ilmu konfeksi dari bekerja di tempat beliau. Barulah pada 1994 betul-betul mandiri,” kenangnya.
Saat mulai usaha sendiri, ia hanya bermodal Rp 30 juta dan modal barang Rp 30 juta dari Sidarta. Untuk membesarkan usaha tersebut, ia mengaku, setiap hari menghabiskan hampir 21 jam waktunya untuk bekerja. Mulai dari promosi hingga produksi dikerjakan bersama istrinya.
“Saya keliling seluruh Bali, terutama di daerah Celuk menyebarkan kartu nama. Buat brosur saja berhitung. Bagaimana caranya supaya satu lembar kertas folio bisa menghasilkan banyak brosur? Maka dibuat kecil-kecil,” ungkapnya.
Bahkan setelah dicetak, memotong brosurnya dilakukan berdua bersama istrinya untuk menekan biaya. Buah keuletan dan kerja kerasnya fokus menggeluti usaha konfeksi, akhirnya pada 2001 sudah bisa membeli lahan sebagai tempat usaha konfeksi.
“Bersyukur juga karena ada Bank Dagang Bali (BDB). Karena yang hanya bisa memberi pinjaman yang tidak sesuai agunan adalah BDB,” ungkap pria kelahiran 5 Maret 1971 ini.
Dari Cok Konfeksi inilah kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Krisna Oleh-oleh Khas Bali yang dikenal sebagai pusat penjualan oleh-oleh terbesar di Bali.