Tahun 2008 Erik Prayoga merantau ke Bali dengan tujuan hanya ingin refreshing. Ternyata petualangannya lebih seru dari yang ia duga dan meninggalkan kenyamanan untuk tinggal di Bali lebih lama. Ia pun memutuskan untuk ngekost dan bekerja secara serabutan. Setahun berpindah-pindah pekerjaan, pendapatan Erik tak pernah menutupi kebutuhan sampai akhir bulan. Hingga ia teringat akan skill membuat kue yang ia pelajari autodidak dan mulai semakin memoles skill tersebut, menghasilkan produk yang pantas dipasarkan.
Tantangan perdana Erik Prayoga, pria kelahiran Sukabumi 1 Januari 1987 dalam merintis usahanya ia permodalan. Kebetulan ia memiliki speaker dan DVD, yang masih layak untuk dijual, didapatkanlah ia modal senilai Rp 450 ribu. Kemudian dibelikan untuk bahan-bahan pembuatan risoles.
Meski mulai terasa pemasukan dari risoles yang ia jual dan memiliki pasar peminatnya, Erik tak bisa mengandalkan dari satu jenis jajan basah ini yang daya tahannya tidak lama. Saat mengantar risoles tersebut ke toko kue, ia pun melihat produk pie susu yang ramai diincar pembeli.
Tertarik untuk memproduksi kue tersebut, meski belum mengetahui proses pembuatannya, tak masalah bagi Erik. Karena sudah menjadi bagian dari passion dan ia pun cukup percaya diri mengembangkan potensinya di produksi kue-kue lain.
Tahun 2011, Erik mulai menguji skillnya dalam pembuatan pie susu. Selama sebulan ia butuhkan, sampai menemukan rasa dan kualitas yang bisa disejajarkan dengan produk pie susu yang sudah ada. Sampai akhirnya, ia siap memproduksi pie susu pertamanya yang tidak lebih dari 200 pieces dan langsung mendapat penggemar. Singkat cerita, mulailah ada tawaran dari reseller untuk membuka lapak di marketplace, tentunya “Sari Pie Susu” sendiri sudah membuka akun aktifnya, salah satunya ada di Shopee.
Dari sekian menjamurnya produk oleh-oleh pie susu, home industri ini menggunakan bahan baku berkualitas tanpa pengawet dan pemanis buatan. Ciri khas lainnya, Sari Pie Susu lebih crunchy dan tidak pelit fla susu asli untuk original, begitu juga dengan varian rasa lainnya, ada keju, cokelat, cokelat keju, strawberry, pandan, mocca dan blueberry. Untuk kemasannya, Erik membagi menjadi empat, isi 6 dan 9 pieces (premium) 25 dan 50 pieces (reguler).
Saat pandemi yang sempat sepi, itu artinya penyintas UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) sepertinya harus siap dengan inovasi yang tak pernah henti. Ia pun memproduksi donat dengan toping aneka ragam dan pionir Banana Pie di Bali. Berkat bantuan istri, yang memiliki latar belakang di bidang marketing. Kini produk donat yang bernama “Donuts lumer” sudah tersebar tujuh outlet di Denpasar, Gianyar dan Badung. Disusul Banana Pie yang masuk ke toko oleh-oleh besar di Bali yang terdiri satu kemasan (8 pieces, rasa cokelat dan cokelat keju) dengan harga Rp 60 ribu -70 ribu/pax.
Dengan inovasi-inovasi tiada henti, bahkan menciptakan produk-produk baru, bukan tidak mungkin UMKM di Bali akan semakin berkembang. Peran pemerintah dalam hal ini, juga diharapkan memberikan kebijakan dan kemudahan dalam permodalan dan pengurusan izin. Bagi masyarakat yang ingin memulai independensi mereka dalam sebuah bidang usaha.