LAPORAN Kementerian Perindustrian Republik Indonesia pada September 2023 semakin memperkuat optimisme para pelaku industri manufaktur di Tanah Air untuk terus memperluas usahanya. Hal ini tecermin dari stabilitas dan tren produksi yang terus meningkat karena didorong oleh adanya pertumbuhan permintaan global. Setidaknya dalam dua tahun terakhir, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia selalu berada di atas 50 poin. Dikutip dari www.kemenperin.go.id, kebijakan pemerintah yang probisnis berhasil menempatkan Indonesia berada di angka 53,9 pada Agustus 2023.
Hal itu menunjukkan laju perkembangan industri manufaktur di Indonesia melampaui negara-negara Asia, seperti Taiwan, Malaysia, Thailand, Filipina, Myanmar, Korea Selatan, Jepang, bahkan Tiongkok. Namun, benarkah geliat industri manufaktur di Indonesia berkontribusi positif terhadap kondisi perdagangan di dalam negeri? Berita kurang menggembirakan akhir-akhir ini semakin santer terdengar, khususnya dari para pelaku usaha skala mikro, kecil, dan menengah. Banyak pebisnis yang terpaksa gulung tikar atau setidaknya beralih bidang akibat menurunnya penjualan mereka.
Perlu diakui bahwa saat ini mungkin daya beli pasar lokal belum sepenuhnya pulih akibat pandemi covid-19. Tetapi tak bisa dipungkiri bahwa pola belanja konsumen telah berubah, bukan hanya dari transaksi luring menjadi daring tetapi juga dari nilai produk yang dibelanjakan, kualitas produk yang dicari, dan prioritas produk yang dibelinya. Teknologi daring, terutama media sosial yang dimanfaatkan sebagai media berpromosi sekaligus bertransaksi, dituding sebagai biang keladi efek domino dari kondisi tersebut. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan segera bertindak dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 mengenai Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang diundangkan pada 26 September 2023 menetapkan enam model bisnis perdagangan daring sebagai revisi dari aturan sebelumnya. Apakah saat ini sektor perdagangan sedang melemah? Melihat kedua fenomena empiris yang saling bertolak belakang antara industri manufaktur dan iklim perdagangan, secara makro perlu dilakukan integrasi strategi dalam sebuah ekosistem bisnis nasional. Lanskap bisnis telah berubah, banyak hal yang perlu disesuaikan dengan kondisi saat ini. Para pelaku usaha patut memodelkan ulang bisnisnya dan beradaptasi dengan tantangan VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity).
Semua elemen yang terkait dari hulu ke hilir perlu diperkuat, disederhanakan, dan diberdayakan. Optimalitas menjadi kunci membangun sebuah strategi industri yang berkelanjutan. Memang tidak mudah untuk merekonstruksi cetak biru ekosistem bisnis nasional, namun setidaknya harus dimulai dari tingkatan yang terendah. Peran industri manufaktur terhadap perdagangan nasional perlu dievaluasi.
Pertumbuhan industri manufaktur bukan hanya bersandar pada kondisi global, tetapi juga harus mampu memberikan kontribusi positif bagi perdagangan nasional. Jangan sampai perdagangan nasional malah dibanjiri produk-produk yang diimpor dari industri manufaktur luar negeri, dan sebaliknya industri manufaktur hanya memprioritaskan permintaan pasar global tanpa memedulikan kebutuhan pasar lokal. Strategi industri hijau mungkin bisa dipertimbangkan untuk menjembatani tuntutan tersebut.
Strategi hijau
Walaupun bukan sesuatu yang baru, strategi hijau telah lama diperkenalkan dan secara masif diterapkan di banyak industri. Namun, sebagian besar masih terbatas hanya secara formalitas dan pelaksanaannya yang terlalu normatif. Prinsip ‘hijau’ seringkali hanya dipahami sebagai sesuatu yang terkait dengan kelestarian lingkungan hidup.
Padahal, prinsip tersebut memiliki makna yang sangat luas dan mendalam, keberlanjutan menjadi tujuan utama yang ingin dicapai oleh strategi hijau. Dalam perkembangan selanjutnya, strategi hijau banyak ditransformasikan ke dalam satuan praktik yang lebih terfokus, seperti manajemen hijau, pemasaran hijau, rantai pasok hijau, sumber daya manusia hijau, keuangan hijau, ritel hijau, inovasi hijau, dan masih banyak lagi. Singkatnya, apapun yang hijau diyakini akan meningkatkan kemampuan bersaing, nilai perusahaan, dan ketahanan bisnis.
Banyak hasil penelitian yang bisa dijadikan rujukan untuk memperkuat argumen tersebut. Jika demikian, strategi hijau perlu lebih serius diterapkan di industri nasional. Seperti diketahui, industri merupakan sebuah rangkaian perjalanan saat masih berupa bahan baku kemudian mengalami proses produksi hingga menghasilkan produk jadi, selanjutnya disimpan dan didistribusikan hingga sampai di tangan pengguna akhir. Kesemuanya ini sebenarnya merupakan alur sederhana yang saling membutuhkan dan terkait. Bila satu sama lain saling peduli dan secara terpadu mengupayakan terjadinya penghematan waktu dan biaya, tidak mustahil industri dan sektor perdagangan akan mengalami kemajuan bersama. Namun sayangnya, masih banyak yang berjalan sendiri bahkan berupaya untuk menjadi lebih dominan.
Pelaku industri merasa lebih dibutuhkan oleh pasar sehingga tidak berupaya untuk memberdayakan sektor perdagangan yang ada, demikian juga sebaliknya, sektor perdagangan hanya mencari industri yang mampu memberi keuntungan lebih besar. Tindakan strategis sangat diperlukan untuk industri berkelanjutan. Pertama, praktik rantai pasok hijau harus dapat menjamin kelancaran pergerakan material dari satu unit ke unit bisnis lainnya. Kendala pengiriman dari segi biaya dan waktu harus mampu diminimalkan dengan memberlakukan sebuah integrasi transportasi dan gudang.
Teknologi informasi bisa dimanfaatkan untuk merancang sistem pemesanan dan pengiriman yang lebih handal. Kedua, praktik manufaktur hijau harus memastikan optimalitas proses produksi, terutama dari penggunaan sumber daya, aktivitas yang dilakukan, dan kualitas produk. Pengawasan, pengendalian, dan evaluasi proses produksi harus dilakukan secara berkesinambungan. Teknologi dan inovasi dapat digunakan untuk meningkatkan nilai unggul produk yang dihasilkan. Ketiga, praktik manajemen hijau harus diutamakan dalam pengelolaan aktivitas pemasaran dan penjualan eceran.
Secara tidak langsung, hal ini akan mendukung sektor perdagangan untuk bertumbuh dan bertahan. Peran industri tidak berakhir pada saat produk selesai dihasilkan, tetapi juga harus memberdayakan para pedagang agar mampu menjual produk-produknya. Dukungan industri melalui perlindungan harga dan kebijakan persaingan menjadi bagian dalam praktik tersebut.
Terwujudnya sebuah industri berkelanjutan tidak dapat dilakukan secara instan. Pembenahan berbagai sektor dan komitmen bersama menjadi langkah awal dari pelaksanaan strategi hijau untuk industri berkelanjutan. Tugas kita bersama, baik pelaku industri, para pedagang, maupun pemerintah, untuk mewujudkan industri berkelanjutan. Niscaya industri berkelanjutan di Indonesia akan meningkatkan perekonomian nasional, dan membuat negeri ini berbicara lebih banyak dalam kancah perekonomian global menuju Indonesia Emas 2045. (Sumber:media Indonesia)