Kegagalan merupakan hal yang lumrah ditemui pengusaha dalam proses merintis dan mengembangkan suatu bisnis. Tak terkecuali pada usaha di industri perikanan. Namun kegagalan bukan suatu masalah yang menjadikan Putu Srinata untuk berhenti berusaha menjalankan usaha Keramba Jaring Apung. Sempat gagal dua kali, ia akhirnya dapat memetik hasil jerih payah dan sampai sekarang memiliki jaringan pemasaran ke beberapa daerah.
Desa Sumberkima, salah satu wilayah yang menjadi bagian dari Kecamatan Gerokgak, menyimpan potensi sumber daya alam menjanjikan. Desa yang terletak di pesisir utara Bali ini memiliki potensi kekayaan alam bahari, dengan karakteristik ekonomi masyarakat bergantung pada industri perikanan. Salah satu warga desa ini yang sudah turun temurun mengandalkan sumber daya laut adalah Putu Srinata. Sebelum dikenal sebagai pembudidayaan sekaligus pengepul hasil perikanan, ia pernah berprofesi sebagai nelayan tangkap tradisional.
Pria kelahiran Pejarakan, 30 November 1955 ini menjalankan profesi nelayan yang merupakan pekerjaan turun temurun di keluarga. Jangan membayangkan proses penangkapan ikan di laut dengan metode praktis menggunakan mesin seperti sekarang. Dahulu, Putu Srinata hanya memanfaatkan kain layar untuk melaut. Meski demikian ia tetap semangat mendulang rejeki demi memenuhi kebutuhan keluarga tercinta.
Selain memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, Putu Srinata juga sempat mengantongi pengalaman bekerja di sektor formal di tahun 1980-1990an. Hanya saja pada awal milenium 2000 ia memutuskan kembali bermukim di pesisir dan mengandalkan sumber ekonomi dari melaut. Tiba di tahun 2005 ia mendapat bantuan benih ikan kerapu dari Dinas Perikanan dan Kelautan setempat. Selain itu ia juga mendapat pelatihan dan pembinaan budidaya ikan dengan metode keramba jaring apung. Melalui budidaya ini ia berhasil membesarkan bibit-bibit ikan bantuan tersebut. Namun sayangnya ia tidak memiliki pengetahuan tentang pemasaran hasil budidayanya sehingga mengalami kegagalan.
Tujuh tahun kemudian tepatnya di tahun 2012, putranya memberikan semangat dan motivasi untuk merintis kembali usaha budidaya keramba jaring apung khusus jenis ikan kerapu. Di sini ia tidak lantas berhasil, perlu waktu empat tahun bagi Putu Srinata untuk bisa menembus segmentasi market yang sesuai. Bisa dikatakan dari periode tahun 2016 hingga 2018 merupakan masa kejayaan usahanya. Kala itu bisa memasarkan ikan kerapu senilai Rp 160-170.000 per kilogram. Dalam sekali panen ia bisa memasarkan hingga…. Kilogram.
Kembali menemui tantangan lainnya, kali ini di tahun 2020 yaitu krisis ekonomi akibat pandemi yang melanda seluruh dunia. Terjadi penurunan yang signifikan terhadap permintaan ikan kerapu. Hal ini membuat Putu Srinata harus memutar otak agar dapat bertahan di tengah tantangan. Ia kemudian mengambil langkah yakni diversifikasi jenis ikan untuk menjangkau berbagai peluang pasar yang ada. Saat ini menurut Putu Srinata, potensi pasar menjanjikan ada pada jenis ikan Kerapu Cantang, Barramundi, Kakap, Tuna dan beberapa jenis ikan yang memiliki harga jual yang terjangkau bagi masyarakat di masa kini.
Selain jenis-jenis ikan tersebut, Putu Srinata yang juga Pimpinan Kelompok Nelayan Sumber Sari di Desa Sumberkima juga menyediakan berbagai jenis ikan. Bentuk pengemasan ikan yang dijual juga bervariasi sesuai permintaan, ada yang dipasarkan dalam bentuk utuh serta bisa juga dalam keadaan sudah dibersihkan dan siap diolah. Salah satu jenis ikan yang kerap diminta konsumen dalam keadaan sudah dibersihkan adalah ikan Marlin.
Seperti nelayan keramba jaring apung lainnya di Desa Sumberkima, Putu Srinata berharap adanya dukungan dari perbankan untuk segi permodalan. Sebab ia melihat potensi perikanan di daerah tersebut masih akan menjanjikan, terbukti di masa pandemi ini menjadi salah satu industri yang masih bergeliat. Melalui dukungan tersebut diharapkan ia dapat mengembangkan diversifikasi jenis ikan budidaya, misalnya mengembangkan ke lobster yang pasarnya masih cemerlang untuk saat ini.