Dukungan pemerintah dapat digunakan untuk memberikan sumber daya baru kepada dunia usaha. Untuk itu penting bagi pemerintah melibatkan seluruh dunia usaha, baik itu kecil dan menengah maupun besar.Saat ini ada kecenderungan pemerintah mengandalkan BUMN untuk menjalankan aktivitas yang diperlukan, seperti penyaluran bantuan dan restrukturisasi pinjaman. Penyediaan vaksin bahkan dimonopoli BUMN dan tidak melibatkan pihak swasta. Meskipun ini mungkin dijalankan untuk mempermudah proses implementasi, dapat membuat berbagai program tersebut tidak dapat memberikan dampak yang optimal.
Bantuan sosial juga masih perlu dilakukan. Namun, perlu perubahan mendasar dalam program bantuan sosial dengan memilih cara-cara yang lebih terarah. Bantuan dalam bentuk natura sebaiknya digantikan dengan bantuan tunai langsung, yang dapat memberikan kebebasan bagi penerima serta berpotensi meningkatkan permintaan.Apalagi sudah terlihat bahwa penyaluran bantuan rentan terhadap penyalahgunaan. Teknologi digital juga dapat dipergunakan secara lebih masif. Pengalaman dari penyaluran bantuan kartu prakerja menunjukkan penerima lebih senang mendapatkan bantuan melalui platform digital selain perbankan.
Kedua ialah melihat apa yang perlu dilakukan ketika perekonomian telah mulai pulih. Pemerintah perlu memikirkan bagaimana exit-strategy dari ketergantungan terhadap fi skal yang begitu besar. Dukungan fi skal harus mulai dikurangi secara bertahap. Perlu pula diperhatikan kondisi ekonomi global.Jangan sampai, ketika banyak negara dunia tidak lagi bergantung pada dukungan fi skal dan bank sentral, Indonesia masih terus mengandalkan itu.
Periode ini juga membutuhkan penanganan dalam membayar ‘tagihan’ yang muncul selama menanggulangi wabah. Dengan defi sit diperkirakan sekitar 6,3% dari PDB 2020 dan dianggarkan 5,7% pada 2021, utang Indonesia akan berpotensi membengkak. Diperlukan berbagai kebijakan makroekonomi dan kebijakan struktural yang tepat agar masa ‘pembayaran’ ini tidak mengganggu stabilitas makroekonomi.Ketiga ialah melanjutkan reformasi struktural yang belum sempat dijalankan. Berbagai estimasi memperlihatkan bahwa dalam jangka panjang potensi pertumbuhan ekonomi menjadi lebih rendah daripada seharusnya. Dalam jangka waktu lima tahun setelah krisis, PDB Indonesia dapat menjadi lebih rendah 5%-7% jika dibandingkan dengan tidak adanya krisis.