Sejumlah pasar tradisional di Indonesia menjadi klaster baru penyebaran virus corona, setelah ratusan pedagang di sejumlah daerah, seperti Padang, Palangkaraya dan Jakarta, terinfeksi virus corona.
Setidaknya 32 orang di antaranya meninggal dunia. Di Indonesia, secara keseluruhan terdapat sekitar 14.000 pasar tradisional.
Pakar epidemiologi memperkirakan penerapan sistem lapak ganjil genap tak akan efektif menyetop penyebaran virus corona di pasar tradisional, namun para pedagang mengaku tak ada pilihan lain selain membuka tokonya demi perputaran roda ekonomi.
Man, seorang pedagang di Pasar Raya Padang, mengaku meski tempatnya berdagang kini menjadi kluster penyebaran virus di Sumatera Barat, itu tak menyurutkan niatnya untuk mencari nafkah demi sesuap nasi.
“Khawatir sih khawatir, tapi mau apa lagi. Kalau nggak jualan, mau makan apa,” tuturnya ketika ditemui di Pasar Raya Padang, Kamis (18/06).
Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan pasar tradisional berpotensi besar menjadi kluster penyebaran virus corona karena contact rate di lokasi itu sangat tinggi.
“Biar ganjil genap juga masih bisa jadi kluster penyebaran, karena kan pembelanjanya tiap hari berbeda, pasti ada yang berbeda,” ujar Miko kepada BBC News Indonesia.
“Contact rate-nya pasti banyak, pasti ada penularan, pastilah, nggak bisa dipungkiri. Menurut saya, kalau masih dibuka ya sama aja, hanya mengurangi transmisi yang terjadi,” tegasnya kemudian.
Sejumlah pasar telah ditutup sementara sebab menjadi kluster penyebaran virus corona.
Beberapa di antaranya telah dibuka kembali dengan penerapan operasional ganjil genap, dengan tujuan mengurangi kepasitas sebanyak 50%.
Namun kebijakan ini dianggap tak akan cukup efektif oleh sejumlah pihak.
Ikatan Pedagang Pasar Tradisional Indonesia (IKAPPI) mencatat sebanyak 573 pedagang terinfeksi Covid-19 hingga hari Selasa (16/06).
‘Kalau kita nggak buka kita mau makan apa?’
Salah satu pasar yang menjadi klaster penyebaran Covid-19 adalah Pasar Raya Padang di Sumatera Barat.
Hingga Selasa (16/06) 246 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dari klaster tersebut, sebanyak 2.628 orang dari klaster itu telah menalani tes swab.
Kondisi terkini di pasar tersebut pada Kamis (18/06), berbeda jauh dengan situasi biasanya di pasar itu yang selalu ramai.
Terpantau suasana pasar tampak sepi pengunjung, yang jumlahnya jauh lebih sedikit ketimbang pedagang yang menjajakan dagangan.
Sejumlah pedagang yang menggelar dagangannya tampak menerapkan protokol kesehatan dengan mengenakan masker dan menjaga jarak satu sama lain.
Atas dasar alasan ekonomi, seorang pedagang toko mainan di pasar itu, Man memilih untuk tetap buka, meskipun ada ratusan orang terpapar virus corona di pasar itu.
“Alasannya kan kita juga butuh biaya. Kalau kita nggak buka kita mau makan apa? Jadi kalau dibuka insya Allah ada orang yang beli, walaupun kadang-kadang nggak laris,” ujar Man.
“Kalau kita kena atau terpapar, itu kan diisolasi atau diserahkan saja kepada Yang Maha Kuasa,” ujarnya kemudian.
Untuk menghindari paparan virus, Man menjelaskan dirinya selalu mengenakan masker, cuci tangan dan menggunakan cairan pencuci tangan (hand sanitizer) serta menjaga jarak minimal satu meter antara sesama pedagang dan antar pedagang dan pembeli.
Pedagang yang telah dites swab tokonya akan diberi stiker, sementara pedagang yang belum melakukan tes swab, maka tokonya tidak akan diberi stiker.
Hal tersebut untuk membedakan mana toko yang pedagangnya telah melakukan swab dan mana yang belum.
Kluster-kluster baru di Palangkaraya dan Jakarta
Di Palangkaraya, sebanyak 46% dari 226 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di ibu kota Kalimantan Tengah tersebut, dilaporkan berasal dari satu klaster yakni Pasar Besar.
Lingkungan pasar ini menyumbang 102 kasus positif hingga Selasa 16 Juni 2020.
Pemerintah kemudian melakukan sterilisasi Pasar Besar selama tiga hari, Jumat-Minggu 12-14 Juni lalu.
Di Jakarta, 64 pedagang pasar tradisional dinyatakan positif Covid-19, merujuk pada data yang dirilis IKAPPI pada Selasa (16/06).
Berikut data 64 pedagang dari pasar tradisional di Jakarta yang terjangkit Covid-19:
● Pasar Kramat Jati: 3 orang ● Pasar Perumnas Klender: 18 orang ● Pasar Mester, Jatinegara: 1 orang ● Pasar Serdang, Kemayoran: 23 orang ● Pasar Kedip, Kebayoran Lama: 2 orang ● Pasar Rawa Kerbau: 14 orang ● Pasar Lontar: 1 orang ● Pasar Obor, Cijantung: 1 orang ● Pasar Grogol: 1 orang
Dua puluh empat pasar tradisional yang menjadi klaster penularan Covid-19 di DKI Jakarta kini ditutup, antara lain Pasar Kebayoran Lama, Pasar Lenteng Agung, Pasar Palmerah, Pasar Minggu dan Pasar Slipi.
Penerapan ganjil genap di pasar tradisional Jakarta
Pemerintah Provinsi Jakarta melalui PD Pasar Jaya, perusahaan daerah pengelola pasar di Jakarta, menerapkan kebijakan ganjil genap bagi pedagang nonpangan untuk membatasi jumlah interaksi selama masa transisi sejak 15 Juni lalu.
Penerapan mekanisme itu adalah pedagang dengan toko nomor ganjil boleh buka pada tanggal dengan nomor ganjil.
Begitu juga dengan pedagang dengan toko nomor genap, hanya boleh buka pada saat tanggal genap.
Namun, kebijakan ini mendapat pertentangan dari pedagang, salah satunya Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ngadiran.
“Itu tidak efektif karena kios di pasar sempit-sempit gangnya,” kata Ngadiran.
Daripada menerapkan ganjil genap, Ngadiran mengusulkan agar pengelola pasar melakukan pendeteksian kepada orang-orang yang keluar masuk pasar.
Akan tetapi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan penerapan ganjil genap ini bertujuan untuk mengurangi kapasitas di pasar itu hingga 50%.
“Memang saat ini kapasitasnya hanya boleh 50% dulu demi keselamatan pedagangnya juga. Jadi ini bukan semata-mata bukan soal ganjil dan genap, ini soal keselamatan pedagang, keselamatan pembeli,” ujar Anies pada Rabu (16/06) petang.
Dia mengancam akan menutup pasar tersebut jika pedagang tak mengindahkan kebijakan ganjil genap tersebut.
“Jadi saya sampaikan kepada para pedagang pilihannya sederhana, ganjil genap sekarang, atau tidak buka sama sekali,” kata dia.
Selain memberlakukan ganjil genap bagi pedagang nonpangan, PD Pasar Jaya juga memberlakukan pembatasan jam operasional aktivitas pasar pukul 06.00-14.00.
Pedagang bahan pangan tetap buka normal mengikuti ketentuan yang berlaku dengan mengindahkan protokol kesehatan seperti wajib mengenakan masker dan jaga jarak aman.
Pengecekan suhu tubuh oleh petugas pasar juga diterapkan.
Pengunjung dengan suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius dilarang memasuki area pasar.
‘Wajar saja jika pasar jadi klaster…’
Ketua Departemen Epidemiologi di Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menjelasan teori penularan Covid-19 merujuk pada probabilitas penularan (Rt) dikalikan dengan contact rate, dikalikan lagi dnegan duration of illness.
Jika merujuk pada rumus tersebut, penularan Covid-19 ditentukan pada contact rate. Sementara contact rate di pasar, lebih banyak dibanding di mal atau stasiun kereta dan terminal bus.
“Wajar saja jika pasar menjadi klaster, karena contact rate-nya banyak. Itu kuncinya, contact rate-nya banyak, makanya jadi klaster,” jelas Miko.
Miko mengimbau agar pemerintah daerah yang mengelola pasar seharusnya melakukan pengaturan orang yang keluar masuk pasar itu, disesuaikan dengan kondisi pasar.
Dia menambahkan penerapan ganjil genap hanya akan mengurangi transmisi, namun tidak akan bisa menghentikan Covid-19.
“Itu adalah upaya-upaya untuk mengurangi transmisi, mengurangi penularan kita nggak bisa menyetop Covid selama kasusnya masih ada di Indonesia dan kasusnya masih terus bertambah,” jelasnya.
Miko yang merupakan anggota tim pakar Gugus Tugas Nasional dan tim ahli pemerintah kota Bogor dan Depok pandemi merekomendasikan pemerintah daerah untuk melakukan pemeriksaan ke pasar-pasar tradisional secara berkala.
Selain itu, dua belah pihak, yakni pedagang dan pembeli di pasar tradisional harus benar-benar menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
“Harusnya penjaja makanannya pakai masker wajah, selain itu pakai face shield. kalau pembelinya pakai face shield aman lah, lebih aman dibanding tidak. Jadi semuanya pakai face sheied kalau mau aman, pakai masker, pakai faceshield. Itu lebih aman,” kata dia.
Akan tetapi, Ketua Ikatan Pedangan Pasar Tradisional Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri menjelaskan protokol kesehatan “tak mudah” diberlakukan di pasar tradisional.
Sebab jumlahnya di seluruh Indonesia sangat besar, hampir 12,5 juta pedagang, sedangkan di akar rumput banyak sekali disinformasi tentang Covid-19.
“Cukup besar pedagangnya, jumlahnya cukup besar, tidak semua orang mengerti bahaya Covid, disinformasi di mana-mana,” ujar Abdullah.
“Persoalan-persoalan ekonomi, harga pangan dan lain-lain, juga jadi persoalan yang dihadapi di hadapan mereka. Ini yang membuat tidak mudah melakukan protokol kesehatan di pasar tradisional,” katanya.
Kemendag keluarkan surat edaran
Diakui oleh anggota Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro, pasar tradisional termasuk dalam kategori tempat yang rentan terjadinya penularan virus corona penyebab COVID-19.
“Banyaknya orang yang datang dari segala penjuru kota, sering kali menjadikan pasar penuh sesak, kebersihan yang kurang terjaga, dan standar sanitasi dan higienis yang belum ketat, membuat pasar menjadi tempat yang beresiko,” ujarnya.
Maka dari itu, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2020 tentang pasar yang beradaptasi dengan kebiasaan baru yang memungkinkan masyarakat menjalankan roda perekonomian di pasar tradisional dengan tetap mengutamakan faktor kesehatan.
Reisa menjelaskan, sesuai surat edaran Mendag tersebut, pedagang yang diperbolehkan melakukan aktivitas jual beli di pasar adalah mereka yang memiliki suhu tubuh di bawah 37,3 derajat Celsius.
Selain itu, orang dengan gangguan pernafasan seperti batuk, flu dianjurkan tidak masuk ke pasar.
“Ini adalah panduan badan kesehatan dunia, WHO. Pemeriksaan suhu tubuh bagi para pedagang, wajib dilakukan sebelum pasar dibuka. Tak hanya itu, orang dengan gangguan pernapasan, seperti batuk, atau flu, sebaiknya jangan masuk ke pasar. Risikonya terlalu tinggi,” tutur Reisa.
Semua pedagang juga harus negatif Covid-19 yang dibuktikan dari hasil pemeriksaan melalui Polymerase Chain Reaction (PCR) atau tes cepat menggunakan alat rapid test.
Pelaksanaan tes tersebut akan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
Lebih lanjut, Dokter Reisa juga mengatakan bahwa pengunjung pasar juga dibatasi hingga 30% dari jumlah pengunjung sebelum pandemi Covid-19.
“Pengelola pasar harus mengawasi pergerakan pengunjung di pintu masuk dan pintu keluar pasar, guna mencegah terjadinya kerumunan pembeli,” jelas Dokter Reisa.
Surat edaran (SE) menteri perdagangan itu juga mengatur agar pengelola pasar selalu menjaga kebersihan dengan menyemprot desinfektan secara berkala, setiap dua hari sekali.
Selain itu, pengelola wajib menyediakan tempat cuci tangan, sabun, atau minimal hand sanitizer di area pasar, dan toko swalayan.
Akan tetapi, Abdullah Mansuri dari IKAPPI mengatakan, kebijakan dalam SE yang mengatur jam operasional pasar hanya dari jam 06.00 hingga 11.00, “memaksa pembeli berduyun-duyun masuk ke pasar di waktu itu saja”.
“Justru itu yang akan membuat risiko penyebaran Covid-19 lebih besar di pasar tradisional,” ujarnya.