Banyak kisah para pengusaha yang melahirkan kesuksesan bisnis dari proses belajar secara mandiri atau dikenal dengan istilah otodidak. Memang tidak semua orang memiliki kesempatan dan akses untuk mendapat ilmu dari mentor-mentor berpengalaman, karena itu belajar lewat praktek langsung di industri menjadi pilihan logis untuk dilakukan dalam memulai bisnis. Demikian pula yang dilalui I Gusti Ngurah Made Setiawan yang belajar manajerial usaha konstruksi dan material bangunan secara otodidak.
Di usia terbilang cukup muda yaitu 18 tahun, I Gusti Ngurah Made Setiawan sudah mulai terlibat dalam pengelolaan usaha keluarga. Kala itu ia masih mengenyam pendidikan kuliah di Malang, secara rutin pulang di akhir pekan untuk membantu orangtuanya dalam mengelola keuangan usaha. Sang ayah yang juga melanjutkan jejak kakeknya dalam berbisnis menggeluti bidang usaha konstruksi.
Sayangnya pada tahun 2003, di saat pendidikannya belum rampung, I Gusti Ngurah Made Setiawan harus menghadapi kenyataan bahwa sang ayah pergi meninggalkan dunia karena sakit ginjal yang sudah lama diidap. Saat itu juga, anak kedua dari tiga laki-laki bersaudara itu mau tak mau mengambil alih pengeloaan usaha milik keluarga, sebab kakak sulungnya sudah memiliki usaha di Denpasar sedangkan sang adik masih bersekolah.
Di awal langkah usahanya, I Gusti Ngurah Made Setiawan langsung berhadapan pada proyek pengaspalan desa yang semula dikomandoi oleh ayahnya. Memang masa transisi itu bisa dikatakan periode yang berat baginya karena masalah operasional bukan hal yang ia kuasai. Selama ini ia hanya membantu di balik meja mengurus akuntansi perusahaan. Sedangkan kini ia harus menjadi pelaksana di lapangan. Meski tidak ada yang membimbingnya dalam melaksanakan kegiatan proyek namun ia bertekad untuk melanjutkan perjuangan usaha alamarhum ayahnya semaksimal mungkin.
Sejak itu I Gusti Ngurah Made Setiawan memulai proses belajar sembari berpraktek langsung di dunia industri. Setelah proyek perdananya rampung, ia mulai mengajukan tender proyek ke desa-desa lainnya. Usaha itu awalnya tidak mebuahkan hasil sebab banyak yang sangsi terhadap kemampuan teknisnya, karena usianya sangat muda dan minim pengalaman. Akhirnya pada tahun ketiga usahanya ia mulai mendapat atensi dari pihak-pihak terkait.
Satu persatu proyek pengaspalan mulai ia tangani. Lantaran tidak adanya kompetitor di wilayah usahanya, I Gusti Ngurah Made Setiawan terus menerus mendapat kepercayaan dalam pengerjaan proyek-proyek dari desa maupun kelurahan di Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana.
Setelah itu ia mulai mengembangkan usaha ke bidang material konstruksi. Ia mendirikan UD. Kriya Bhakti yang awalnya berfokus pada produksi batako saja. Respon yang didapat dari masyarakat sekitar cukup baik, tidak hanya itu pesanan terus berdatangan dari instansi desa. Salah satu pengalamannya yang cukup berkesan adalah menjadi suplayer batako untuk konstruksi program bedah rumah milik pemerintah.
Pada tahun 2017, permintaan untuk pengaspalan kian surut karena material pembuatan jalan beralih ke beton serat. Ia pun gesit menangkap celah peluang tersebut dengan belajar terlebih dahulu tentang teknik produksi beton serat tersebut. Barulah setelah itu ia membuka pesanan pembuatan beton serat berikut pula jasa konstruksinya.
Di sisi lain, usaha penjualan material bangunan kian berkembang ditandai dengan penambahan item yang dijual di toko UD. Kriya Bhakti. Saat ini toko yang berlokasi Jalan Palasari, Jembrana tersebut menjadi penyedia bahan bangunan terlengkap di seputaran desa Ekasari. Selain itu, penawaran harga yang cukup terjangkau membuat UD. Kriya Bhakti terus dipercaya oleh para pelanggannya, tidak hanya dari warga lokal saja, juga dari konsumen dari desa-desa lainnya di seputaran Kecamatan Melaya.
Di masa pandemi seperti sekarang, usaha milik I Gusti Ngurah Made Setiawan ini masih eksis. Hal ini sangat disyukuri olehnya mengingat banyak usaha lain yang gulung tikar. Melalui berbagai macam strategi ia ingin terus bertahan dengan tujuan utama mensejahterakan para karyawan yang sudah menjadi bagian dari perjalanan usaha selama ini.