SENIMAN – Wayan ‘Apel’ Hendrawan (46) menggelar pameran tunggal kelimanya yang bertajuk Into the Secret of Cosmic Energy di Galeri Zen1, Tuban, Kuta, Bali, mulai hari ini Rabu 27 Januari hingga 9 Februari 2021. Di tengah pandemi covid-19, Wayan Apel Hendrawan justru produktif dan tetap berkarya sekaligus memamerkan karya lukisannya kepada publik.
Sebanyak 12 karya berciri khas spiritualisme Bali ditampilkan dalam pameran tersebut. Ia mulai mengerjakan semua lukian sejak awal 2020 untuk dipamerkan pada hari ini secara luring.
Seniman sekaligus pendeta (pemangku) di Bali ini menjelaskan tema Into the Secret of Cosmic Energy dipilih untuk menggambarkan isi dari kekuatan, karakteristik diri manusia dan alam semesta (Bhuana Alit dan Bhuana Agung) yang banyak menyimpan rahasia indah. Jauh di atas itu juga tentang kemahakuasaan Tuhan. Hal tersebut kemudian yang mengilhami Jro Apel, sapaan akrabnya untuk memilih tema berbau kosmis ini.
“Sebelum saya mengambil tema figur wanita dengan mata terpejam, dan seiring berjalannya waktu bergeser ke bentuk kosmik seperti figur dewata, alam, dan binatang. Tapi, dengan tidak meninggalkan ciri khas seperti guratan-guratan atau aksen aksara Bali (rerajahan),” ungkap Jro Apel yang gemar melukis sejak kelas 4 SD itu.
Lukisan Jro Apel cenderung bergaya ekspresionis dengan ciri khas penggunaan aksara Bali sebagai aksennya. Ia mengaku tugasnya sebagai pemangku yang digelutinya sejak 2008 itu cukup mempengaruhi periode gaya melukisnya yang kini bergeser ke arah spiritualis.
“Mungkin tugas di spiritual ini tanpa disadari memengaruhi juga seperti mengalir saja. Dan tema alam mungkin karena saya ikut beberapa tahun kebelakang ini banyak di kegiatan aktivis lingkungan,” imbuh Jro Apel yang juga menekuni seni patung dan tattoo itu.
Sementara itu, Arif Bagus Prasetyo, kurator seni rupa didapuk untuk menguratori karya-karya yang akan dipamerkan Jro Apel. Terpilihlah sekitar 12 karya dengan kisaran dimensi 100 hingga 300 cm. Dalam esai yang ditulisnya, Arif menjabarkan banyak hal yang ditemuinya dalam seni lukis Wayan Apel Hendrawan. Salah satunya mengenai hal mencengangkan semacam kebetulan atau takdir yang seperti diramalkan Jro Apel melalui karya-karyanya.
“Beberapa tahun silam, Apel tergerak melukis gunung meletus. Ketika lukisan itu dipamerkan di Jerman, Gunung Agung meletus. Kemudian, awal tahun lalu, Apel terdorong membuat ogoh-ogoh Sang Hyang Penyalin yang diyakini sebagai simbol penolak bala. Tidak lama kemudian, pagebluk Covid-19 melanda dunia. Mungkin dua kejadian itu kebetulan belaka, mungkin tidak,” tulis Arif di salah satu alinea akhir esainya.
Sebelum menjadi seperti sekarang, kehidupan Jro Apel penuh gejolak. Perjalanan hidupnya diabadikan di sebuah buku bertajuk Resurrection yang ditulis oleh Richard Hortsman dan Wayan Seriyoga Parta. Seniman yang tinggal di Sanur ini juga telah menggelar empat pameran tunggal, di antaranya, di Gabrig Gallery, Miami (1989), Resurrection From Darkness into Light di Santrian Gallery, Sanur (2013), Resurrection II serangkaian APEC di Nusa Dua Beach Hotel (2013), dan Resurrection III Sabda Pertiwi di Messehale, Hamburg, Jerman (2017). (OL-3)