Arsitek memiliki idealisme yang berbeda-beda, termasuk di Bali. Namun, menjadi pendengar yang baik dan memberikan hasil terbaik sesuai dengan keinginan klien sangat penting. “Bali Gedeg Build & Design” didirikan oleh ayah Kadek Adi Saputra pada 1988 (UD. Bali Gedeg), dan sekarang diteruskan olehnya dengan nama baru “CV. Bali Gedeg Build & Design”. Tantangan yang dihadapi semakin kompleks, termasuk menyatukan arsitektur lokal dan modern untuk memenuhi keinginan klien.
Kiblat Adi Saputra, seorang arsitek yang berkarir di bisnisnya, mengutamakan budaya arsitektur Bali sesuai dengan pesan dari maestro arsitektur Bali, Prof. Ir. Nyoman Gelebet (Alm). Namun, beberapa prinsip seperti minimal luas tanah yang dibutuhkan sebesar 5 are, menjadi polemik saat ini karena tuntutan akan fasilitas yang komplit di atas lahan yang semakin kecil. Meskipun demikian, ia tetap berupaya untuk menyisipkan unsur-unsur Bali pada setiap hasil karyanya dan juga selalu mengikuti perkembangan arsitektur modern, agar bisnis bisa terus berkembang dan berkelanjutan. Misalnya, ia yang juga berperan sebagai Kelian Dinas, menawarkan solusi dan jasa rancangan bangunannya, untuk mengembangkan tanah milik warga, untuk dijadikan sebagai lahan bisnis, bukan untuk dijual. Kendati di lahan sempit, terpenting mampu menghidupkan energi Bali, seperti beberapa properti milik orang lokal yang sudah rampung, kini sudah mulai ramai dikunjungi wisatawan. Fenomena warga yang memohon nasehat padanya, diakui baru-baru ini terjadi, semenjak ia aktif di media sosial. Sebelumnya masyarakat masih memiliki stigma yang meremehkan akan profesi ini. Ditambah dengan posisi strategisnya di masyarakat, ia bisa lebih mengedukasi tentang peran penting arsitek dalam menciptakan lingkungan fungsional, estetis, dan ramah lingkungan. Seiring perkembangan zaman, tuntutan akan kualitas bangunan semakin meningkat, dan arsitek semakin dibutuhkan untuk menciptakan desain yang inovatif dan solutif.
Klien “Bali Gedeg Desain” memiliki sekitar 95% klien dari wisatawan asing, terutama dari Australia dan Spanyol, yang memahami budaya Bali dan menerima saran arsitek lokal dalam konsep Tri Hita Karana, seperti “Zero Waste Water”, “Green House”, “Organic Garden”, dan “Eco Solar System”. Bagi klien yang lebih suka konsep modern, arsitek hanya menerapkan desain sesuai keinginan mereka. Walaupun fisik bangunan menjadi tantangan utama, pengaturan ruangan yang berkaitan dengan Kosala Kosali masih memungkinkan untuk dipertahankan jadi energi bangunan Bali masih kental terasa. Lewat keberhasilan karya arsitektur yang berfokus pada “Ecological Modern Bali” tersebut, telah mendapatkan pengakuan dunia dengan masuk dalam jajaran karya terbaik di dunia menurut majalah arsitektur luar negeri, yang diposting oleh kliennya dari Brazil, Spanyol, Amerika, dan India.
Perkembangan tren arsitektur masa depan diproyeksikan akan mengembalikan konsep yang pernah ada di masa lalu, namun mulai dilupakan, seperti Konsep Mediterania yang saat ini sedang populer. Konsep ini memiliki ciri khas seperti penggunaan warna-warna netral, material alami, tampilan minimalis, dan elemen dekoratif seperti mozaik dan tanaman hijau. Teras dengan pemandangan laut atau pegunungan, ventilasi udara yang baik, serta kolam renang juga menjadi ciri khas konsep ini. Meskipun konsep yang hadir nantinya bisa berbeda, namun Adi Saputra berharap arsitektur Bali semakin disukai dan berkembang, karena merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Ia juga berharap semakin banyak arsitek yang memiliki identitas kuat dan berani mempertahankan prinsip-prinsip arsitektur, meskipun harus berhadapan dengan regulasi pemerintah yang berseberangan.