DALAM sepekan terakhir, tiga lembaga survei merilis opini publik tentang calon presiden 2024. Litbang Kompas dan LP3ES, mengunggulkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai Capres dengan elektabilitas tertinggi, keduanya memberikan angka yang persis sama yaitu sebesar 16,4%.
Sebagai catatan, Litbang Kompas masih memasukkan nama Jokowi dengan elektabilitas teratas yaitu 24%. Jika tanpa Jokowi, ternyata Prabowo tetap unggul dengan tambahan pemilih Jokowi sebesar 5%, artinya elektabilitas Prabowo sesungguhnya bisa mencapai 21%.Baik survei Litbang Kompas maupun LP3ES, dilakukan melalui wawancara terhadap 1.200 responden di 34 provinsi, dengan margin of error ±2,8% pada tingkat kepercayaan 95%. Pengambilan sampel oleh Litbang Kompas dilakukan pada 13-26 April 2021, sedangkan LP3ES pada 8-15 April 2021.
Tingginya dukungan publik terhadap Prabowo menunjukkan, sisa-sisa elektabilitas dari dua kali Pilpres masih kuat. Sementara itu, nama-nama baru bermunculan, di antaranya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.Elektabilitas Anies sedikit lebih tinggi pada survei LP3ES, yaitu sebesar 12,8%, sedangkan Litbang Kompas sebesar 10%. Menyusul di belakangnya adalah Ganjar dengan elektabilitas 9,6% pada survei LP3ES dan 7,3% pada survei Litbang Kompas.
Sementara itu, dalam survei Indikator Politik Indonesia, Ganjar justru unggul dengan elektabilitas 15,7%, disusul oleh Anies (14,6%) dan Prabowo (11,1%). Survei Indikator dilakukan pada 13-17 April 2021 terhadap 1200 responden, dengan margin of error ±2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Sebagai pembanding, survei yang dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan dilakukan pula oleh New Indonesia Research & Consulting, yaitu pada 15-22 April 2021 terhadap 1.200 responden dengan margin of error ±2,89% pada tingkat kepercayaan 95%.Hasilnya, Ganjar juga unggul dengan elektabilitas mencapai 20,3%, disusul oleh Prabowo (17,8%) dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (15,5%). Pada ketiga survei yang lain nama RK masih di bawah, yaitu 10% (Indikator), 7,5% (LP3ES), dan 3,4% (Litbang Kompas).
Kemunculan para kepala daerah seperti Ganjar, Anies, dan RK memiliki latar belakang yang sama, yaitu para pemimpin yang berasal dari pilkada langsung. Mirip dengan Jokowi, yang dua kali menang pada Pilkada Solo dan sekali pada Pilkada DKI Jakarta, sebelum kemudian menang dua kali Pilpres.
Mereka juga sama-sama berasal dari luar lingkaran elite partai politik, atau disebut sebagai outsider. Dukungan populer melalui media sosial dan terobosan kebijakan selama memimpin daerah menaikkan leverage mereka sebagai pemimpin nasional ke depan.
Seperti jamak diketahui, memimpin birokrasi dan berhadapan dengan elite-elite partai di parlemen bukanlah hal yang mudah. Diperlukan kemampuan manajerial yang luar biasa, bernegosiasi, dan keterampilan komunikasi publik, agar betul-betul bisa making delivered kebijakan yang pro-rakyat.
Hasilnya, popularitas para elite baru produk pillkada langsung itu pun melambung, dan masuk ke dalam bursa capres dengan elektabilitas yang tinggi. Sebagai catatan, pada Pilpres 2024 mendatang Jokowi sudah akan habis periodenya, tidak bisa maju lagi sesuai amanat konstitusi.
Selama memerintah, Jokowi telah meletakkan pondasi untuk pembangunan nasional. Jokowi juga menciptakan cara-cara baru pemerintahan yang lebih terbuka dan partisipatif, dengan gaya yang tidak kaku dan birokratis. Jokowi telah menjadi benchmark tersendiri bagi elite lain yang ingin maju.
Di luar elite produk pilkada langsung, kita juga melihat adanya jalur lain yang berpotensi memunculkan elite baru lainnya. Jalur konvensional adalah Ketua Umum Partai Politik, sebut saja Agus Harimurti Yudhoyono (Demokrat), Airlangga Hartarto (Golkar), Muhaimin Iskandar (PKB) dan Giring Ganesha (PSI)Di antara nama-nama tersebut, AHY memiliki elektabilitas tertinggi yaitu sebesar 8,8% (LP3ES), 6,4% (Indikator), 4,3% (New Indonesia), dan 3,3% (Litbang Kompas). Prabowo masih menjadi ketua umum partai politik (Gerindra) dengan elektabilitas yang unggul jauh di atas.
Di luar itu, masih ada sejumlah nama lain yang mungkin kalah populer dan elektabilitasnya masih di bawah. Di antaranya, Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri BUMN Erick Thohir, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, dan Menteri Dalam Negeri yang juga mantan Kapolri Tito Karnavian.
Misalnya saja Erick Thohir, yang telah melakukan terobosan dalam menata BUMN, mulai mendapat simpati publik. Dalam hal elektabilitas, Erick memang jauh di bawah nama-nama seperti Prabowo, Ganjar, Anies, dan RK.Dalam setahun terakhir, elektabilitas Erick masih fluktuatif di antara 0,6% hingga 1,8% menurut survei Indikator. Sementara itu, survei New Indonesia menunjukkan elektabilitas Erick mulai menanjak, dari 1,3% pada Juni 2020 kini sudah naik menjadi 4,1% pada April 2021.
Tantangan Indonesia pasca-Jokowi akan semakin kompleks. Pemimpin nasional yang akan muncul pada 2024 harus mampu melanjutkan kerja-kerja Jokowi, bahkan semestinya jauh lebih baik lagi. Ini menjadi prasyarat agar Indonesia benar-benar bisa tumbuh menjadi negara maju.
Aspek-aspek kepemimpinan, harus mulai dibedah oleh lembaga-lembaga survei, agar tidak ujug-ujug menyodorkan nama-nama bermodal popularitas dan elektabilitas. Hal ini penting, agar partai-partai politik yang masih menjadi instrumen elektoral dapat memberi pertimbangan yang lebih objektif.
Indonesia membutuhkan pemimpin yang tidak saja mumpuni dalam manajerial dan komunikasi. Tetapi, juga kemampuan mengatasi masalah ekonomi dan tantangan pasca-pandemi covid-19. Tidak kalah penting adalah personalitas, yaitu perilaku dan akhlak terpuji yang patut diteladani publik. Artikel: (Media Indonesia)
.
Sumber : Media network