“Berawal di tahun 2011, kala itu saya nekat membeli satu buah mesin bordir komputer. Tanpa tahu cara mengoperasikannya,” ujar Alex Wahyudi Kristianto menuturkan cerita saat memulai terjun di industri garmen dan konveksi di Denpasar, Bali. Langkah yang bisa disebut nekat lantaran harga mesin bordir komputer cukup mahal, kisaran puluhan juta. Namun ternyata dari modal keberanian itu membuka jalan menuju kesuksesan hingga menghasilkan omset mencapai ratusan juta.
Produk sandang yang dihiasi oleh aplikasi bordir tak hanya terbatas pada pakaian sehari-hari saja. Kini, penggunaan seni hias bordir sudah menjamah ke berbagai produk pakaian adat Bali, seperti kamen, saput dan udeng. Membordir menggunakan teknologi komputer ini memiliki banyak keunggulan ketimbang menggunakan mesin manual. Selain pengerjaan membordir menjadi jauh lebih cepat, tingkat presisinya atau ketepatannya pun jauh lebih baik.
Adalah Alex Wahyudi Kristianto, pendiri CV Sahabat Bordir merupakan salah satu “pemain” di bisnis konveksi kamen Bali dengan aplikasi bordir komputer. Ia mulai fokus mengembangkan variasi produk bordir pada kamen, saput maupun udeng yaitu sejak pandemi 2020 lalu. Sebelumnya ia sudah cukup dikenal dalam menawarkan jasa bordir komputer untuk industri garmen dan pengaplikasian bordir pun tidak sebatas pada produk pakaian Bali saja. Melalui motto “cepat, rapi dan akurat”, CV Sahabat Bordir melayani industri garmen di Bali dengan menjadikan kualitas layanan sebagai prioritas.
“Kami menawarkan one-stop solution yakni melayani untuk kebutuhan segala macam bordiran sejak tahun 2011. Mulai dari celana, topi, tas, polo shirt, selempang wisuda dan masih banyak lagi,” ungkap pria yang akrab disapa Alex ini.
Lebih lanjut Alex menuturkan, merasakan penurunan omset usaha di kala pandemi mulai melanda seluruh dunia. Namun ternyata geliat permintaan untuk produk fashion adat Bali masih ada. Oleh karena itu ia meningkatkan produksi bordir kamen, saput dan udeng. Selain memproduksi sendiri melalui unit usaha konveksi tersendiri, CV Sahabat Bordir juga membuka kesempatan kepada sesama pengusaha garmen dan konveksi lainnya yang hanya memerlukan jasa bordirnya saja.
Diakui Alex, selama ini pasar potensial untuk produk kamen, saput dan udeng bordir buatannya justru datang dari luar Kota Denpasar. Sebut saja wilayah Kabupaten Gianyar khususnya Ubud. Juga permintaan tinggi datang dari Tabanan dan Karangasem. Jenis bahan yang cukup diminati yaitu katun karena dirasa nyaman dan ringan pada saat dipakai. Selain itu ada pula kain endek yang juga bisa diaplikasikan bordir komputer dengan motif ornamen khas Bali. “Terjadi peningkatan jumlah permintaan kamen, saput dan udeng bordir pada saat jelang hari raya Hindu. Terutama pada hari besar seperti Galungan dan Kuningan,” ungkap pria kelahiran Banyuwangi, 7 Mei 1978 tersebut.
Saat ini, Alex telah memiliki empat workshop yang berlokasi di beberapa titik di Denpasar. Salah satunya yaitu di Jl. pura demak Gg. Air Mancur 1A No.08 Denpasar. Memanfaatkan lima mesin bordir komputer, dalam sehari ia bisa menghasilkan puluhan kamen, saput dan udeng bordir dibantu SDM berpengalaman. Namun sebelum mencapai titik seperti sekarang, ia terlebih dahulu melalui proses perjuangan yang tidak instan. Lika-liku tantangan mengiringi perjalanan usahanya selama 11 tahun belakangan.
Alex sebelumnya berkecimpung di dunia percetakan kertas dan kain, memulai usaha tanpa pengetahuan mumpuni di bidang bordir komputer. Setelah membeli satu unit mesin bordir komputer, ia baru mengikuti kursus bordir dan pelatihan cara pengoperasian mesin. Setelah itu ia mulai melakukan trial eror, dimulai dengan memproduksi seragam jersey dengan aplikasi bordir. Setelah empat bulan berjalan ia menambah satu mesin lagi. Diikuti dengan menambah jumlah tenaga SDM. Perkembangan usaha yang kian menjanjikan membuat Alex terus menambah kapasitas produksi dengan membeli mesin lagi. Total lima mesin dimiliki dalam kurun waktu dua tahun.
Tantangan paling berat dirasakan pada saat pandemi berlangsung namun di saat bersamaan Alex mendapatkan pengalaman cukup berharga. Sebelumnya Alex cukup jarang bertemu dengan sang ibunda yang dahulu bekerja di Jakarta. Sejak pandemi berlangsung ibunya menyambangi Alex ke Bali dan sempat membantu perjuangan usahanya. Bahkan ibunya cukup berperan dalam meningkatkan kuantitas penjualan di masa krisis itu. Hanya saja kebersamaan yang begitu erat itu hanya berlangsung selama 1,5 tahun saja karena sang ibunda harus berpulang ke sisi Yang Maha Kuasa pada 2021 lalu.
Setiap kisah yang dirajut menjadi pembelajaran tak ternilai bagi Alex untuk melangkah sebagai pribadi yang lebih baik. Ia bertekad akan terus mengobarkan semangat perjuangan sang ibunda yang memberikan inspirasi soal sikap pantang menyerah di tengah permasalahan yang mendera. Juga optimisme menjadi sikap yang diteladani dari sosok ibunda tercinta, selalu melihat celah dari setiap tantangan.