Sejak Desember 2019, Virus Corona (Covid-19) telah menginfeksi 3.747.313 jiwa manusia dan menyebabkan kematian pada 258.962 jiwa. Sebanyak 1.250.602 jiwa manusia dilaporkan telah sembuh dari penyakit virus korona ini.
Saat ini, Amerika Serikat tercatat sebagai negara dengan jumlah pasien positif Covid-19 terbanyak di dunia sebesar 1.238.052 kasus atau sepertiga dari total kasus dunia. Untuk angka mortalitas, kematian terbesar terjadi di Amerika Serikat dan Italia di mana Covid-19 sudah merenggut nyawa masing-masing 72 ribu dan 29 ribu jiwa.
Sedangkan Vietnam dan Rwanda tercatat sebagai negara dengan persentase mortalitas terendah di dunia yaitu 0%, dan China merupakan negara dengan persentase kesembuhan tertinggi di dunia yaitu 94,0%.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan persentase mortalitas tertinggi di dunia yaitu sebesar 7,1% (setelah sempat mencapai puncak 9,3%). Persentase kesembuhan Indonesia berada di kisaran 18,6%. DKI Jakarta merupakan provinsi paling terdampak dengan jumlah pasien positif Covid-19 terbanyak sebesar 4709 kasus, dengan kematian 420 kasus dan kesembuhan 713 kasus.
Corona di Bali
Hingga 6 Mei 2020, tercatat sebanyak 277 kasus positif corona ditemukan di Provinsi Bali. Angka mortalitas sebesar 4 kasus. Sebanyak 166 pasien telah dinyatakan sembuh. Dengan demikian, persentase kesembuhan Provinsi Bali (sebesar 59,9%) kini melebihi persentase kesembuhan rata-rata nasional (18,6%). Bali secara luar biasa mempunyai persentase kesembuhan tertinggi dan persentase mortalitas terendah di Indonesia saat ini.
Sejak pemerintah melaporkan dua kasus pertama di Depok pada 2 Maret 2020, pemerintah Bali (meliputi pemerintah provinsi, kabupaten, beserta jajarannya) langsung “tancap gas sejak hari pertama” mempersiapkan berbagai kebijakan, peraturan, imbauan, standar operasional prosedur (SOP), dan sistem untuk mengantisipasi serangan virus ini.
Pemerintah Bali terlihat sangat mengetahui betul bahwa daerah tujuan wisata seperti Badung, Denpasar, Gianyar, dan Buleleng merupakan daerah yang paling berisiko karena tingginya kunjungan turis manca negara. Berbagai tindakan antisipatif langsung dilakukan seperti penutupan daerah-daerah tujuan wisata dan membuat rumah sakit rujukan Covid-19 di empat kabupaten tersebut.
Langkah-langkah berikutnya yang lebih krusial antara lain imbauan berdiam di rumah (stay at home), bekerja dari rumah (work from home), jaga jarak antarwarga sejauh satu meter (physical distancing), sekolah-sekolah diliburkan (study from home), dan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (seperti mencuci tangan pakai sabun dan memakai masker) dengan menyasar seluruh pelosok desa-desa pulau ini. Bahkan istilah-istilah tersebut sudah menjadi populer di kalangan anak-anak yang masih kecil.
Provinsi Bali pun merupakan pelopor layanan konsultasi telepon Call Centre Covid-19 yang kini sosialisasinya telah dilakukan dengan masif di Badung dan Denpasar. Dengan adanya Call Centre Covid-19, warga bisa berkonsultasi tentang kondisi kesehatannya via telepon. Operator Call Centre Covid-19 akan melakukan skrining keluhan untuk memutuskan apakah seseorang merupakan orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), atau bukan keduanya.
Jika diputuskan ODP, maka warga yang menelepon tadi wajib isolasi diri selama 14 hari dan memeriksakan kesehatan ke puskesmas terdekat jika ada keluhan. Jika diputuskan PDP, maka akan dilanjutkan dengan layanan penjemputan PDP oleh ambulans Tim Reaksi Cepat Covid-19. Sehingga saat gejala ringan, para PDP ini sudah bisa langsung diperiksa di RS rujukan.
Langkah lanjutan pemerintah Bali yang juga sangat menentukan antara lain larangan kerumunan, pembatasan upacara keagamaan, serta pengetatan pemeriksaan kesehatan di jalur udara, darat dan laut. Terbaru, semua orang yang masuk ke Bali wajib menjalani isolasi diri selama 14 hari. Segala kebijakan tersebut benar-benar mengandalkan sinergitas dan koordinasi antara pemerintah provinsi, pemerintah daerah, hingga kepala dusun beserta tokoh masyarakat dalam penerapannya di lapangan.
Di samping itu semua, tentunya apresiasi perlu diberikan kepada semua dokter, perawat, dan paramedis karena telah memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif dan (bahkan) rehabilitatif dengan kualitas tingkat tinggi. Hal itu tercermin dari tingginya persentase kesembuhan dan rendahnya persentase mortalitas di provinsi ini.
Ekonomi Pariwisata
Akibat wabah Covid-19 ekonomi pariwisata Bali diprediksi mendapat hantaman kerugian senilai triliunan rupiah. Namun di balik krisis ini, ternyata terdapat kesempatan besar bagi Pulau Bali, yaitu sebuah kesempatan untuk mengembangkan dan menggali potensi-potensi pariwisata medis (medical tourism).
Jauh-jauh hari sebelum wabah ini terjadi, pemerintah provinsi telah berulang kali menggaungkan keinginan untuk memajukan pariwisata medis di Bali. Berbagai rencana telah disampaikan antara lain promosi wisata medis murah bagi wisatawan asing, membangun Taman Usada di Kabupaten Bangli, budidaya pijat tradisional Bali, dan ramuan tradisional loloh cemcem, bahkan menghidupkan kembali ilmu pengobatan tradisional tertua usada sari.
Usada sari disebut-sebut sebagai seni pengobatan tradisional tertua di Indonesia, seperti halnya akupuntur di China dan ayurweda di India.
Menghidupkan usada sari, pijat tradisional Bali, dan budidaya ramuan loloh cemcem tentunya bukan bertujuan untuk menyaingi apalagi menggantikan kemajuan dunia kedokteran. Diharapkan kearifan lokal ini mampu meng-elevate perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran Bali menjadi lebih mantap. Tentunya diharapkan sinergi antara kearifan lokal dengan berbagai bidang ilmu tersebut, seperti spesialisasi farmakologi, farmasi, teknik kimia, dan lain-lain.
Di samping itu, Provinsi Bali mempunyai berbagai rumah sakit bertaraf internasional yang telah berpengalaman menangani pasien-pasien dari manca negara. Berulang kali Pulau Bali telah dipuji karena biaya berobat kesehatan yang jauh lebih murah daripada negara-negara Eropa, namun dengan kualitas pelayanan yang juga mumpuni.
RSUP Sanglah sebagai episentrum kesehatan merupakan rumah sakit terbesar di Pulau Bali. RSUP Sanglah juga merupakan rumah sakit tipe A pusat rujukan untuk Indonesia bagian timur. Rumah sakit ini telah berpengalaman menghadapi berbagai wabah seperti SARS, flu burung, flu babi, dan kini Covid-19. Penanganan kasus-kasus di rumah sakit ini dilakukan langsung oleh dokter-dokter kompeten yang juga merupakan staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Selain dikaruniai kekayaan wisata alam, keluhuran budaya, dan eksotisme sepak bola, Pulau Bali juga diberkahi salah satu sistem kesehatan terbaik di Indonesia. Dengan keberhasilan menampilkan angka kesembuhan yang tinggi dan angka mortalitas yang rendah, tentunya inilah momentum terbaik bagi Pulau Bali untuk menjadi kekuatan baru di dunia kesehatan.
Di saat negara-negara tetangga Singapura, Malaysia, dan Thailand mampu mencuri perhatian sebagai negara-negara dengan angka kematian rendah terkait Covid-19, ternyata Pulau Bali juga mampu mempesona khalayak dunia. Banyak hal positif untuk dipelajari dari “keajaiban” Bali di tengah pandemi dan keterpurukan ekonomi pariwisata, yaitu ketika pemerintah menyatu dengan masyarakat, maka krisis bisa diatasi dan dilalui bersama.
Di tengah euforia terkait tinggi kesembuhan Covid-19 saat ini, saya tetap mengimbau saudara-saudara di Provinsi Bali untuk senantiasa menjaga kesehatan, stay at home, work from home, biasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, disiplinkan physical distancing, serta isolasi diri 14 hari jika ada keluhan demam dan batuk dengan riwayat perjalanan ke daerah yang terdampak atau riwayat kontak risiko rendah dengan penderita. Karena studi terakhir di China, 14 persen dari orang-orang yang telah dinyatakan sembuh ternyata bisa kembali terjangkit Covid-19.
Penulis
dr. Martin Susanto | alumni Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; bekerja sebagai Dokter Umum PNS Pemerintah Kabupaten Badung, Bali