Setelah peristiwa Bom Bali I (2002) dan Bom Bali II (2004) yang tak kalah menggemparkan dunia, mampu ditaklukan pariwisata Bali. Nampaknya tantangan global, belum selesai sampai di sana. Sejak awal 2019, wabah pandemi COVID-19 memapar pariwisata, yang terberat adalah pertengahan 2020, dari pembatalan check in, aturan pemberlakuan periode karantina, penutupan perbatasan dan pembatasan perjalanan. Kondisi yang berlarut-larut tersebut, okupansi hotel pun anjlok dari 52,3% pada Maret 2019 menjadi hanya 19,7% pada Maret 2020.
Kilas balik tahun 2021, pariwisata mulai mengalami transisi dengan dibukanya beberapa penerbangan internasional, namun belum ada perubahan perubahan yang signifikan. Tahun 2022, masih ada beberapa berbagai tipe penginapan yang menerapkan harga promo ‘pandemi’ untuk orang lokal, tengah menuju harga normal, menyaksikan pariwisata yang sudah bisa dikatakan pulih. Di penghujung 2022 dengan situasi pandemi yang belum sepenuhnya usai, (walaupun sebagian besar masyarakat memilih untuk ‘melupakan’), masih menimbulkan isu baru yaitu perlambatan ekonomi dan resesi di 2023.
Salah satu pengusaha pariwisata yang dipusingkan atas wabah penyakit ini, Gede Risky Pramana, pemilik Beji Ubud Resort, yang tak menyangka pandemi akan menghantam hingga tiga tahun lamanya. Diperparah dengan penyokong industri dari hotel-hotel tersebut lambat laun, pun terkena imbasnya. Ia mengungkapkan secara mengkhusus di area Ubud adalah yang paling berdampak selain daerah pariwisata lain di Bali. Harga penginapan yang awalnya sesuai pasar Eropa, merosot turun, demi tetap mempertahankan properti mereka. Kendati sedemikian keras tantangannya, sadar akan pentingnya harus bangkit dan pantang menyerah dengan nasib begitu saja. Dengan saling memperkuat kolaborasi, segmentasi pasar, promosi produk dan lain-lain.
Menyibak isu resesi global 2023, melihat dari sudut pandang pengusaha pariwisata, menurut pria kelahiran Jakarta, 13 November 1986 ini, Indonesia termasuk negara yang beruntung di antara negara-negara lain, khususnya di Asia. Meski awalnya warga negara kita bersikap apatis, melihat potensi tersebut. Namun faktanya perekonomian Indonesia yang lebih berpijak pada konsumsi domestik dan tidak terlalu terpengaruh dari situasi eksternal. Dibandingkan negara-negara tetangga yang bergantung pada ekspor. Indonesia pun berpotensi mengembangkan iklim bisnis baru, untuk menciptakan pendapatan baru, terlebih Asia diperkirakan akan menjadi destinasi wisata dunia masa depan yang paling variatif.
Terlalu Mencampuri Urusan Privat Warga Negara, Bisa Mengancam Pariwisata Bali
Namun sayangnya, potensi tersebut tidak didukung dengan ada-ada saja usulan pemerintah, tentang UU KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yang memuat pasal-pasal bermasalah yang mengancam demokrasi, ruang privat dan membuka peluang kriminalisasi terhadap masyarakat. Khususnya membahas pariwisata, yang membutuhkan kunjungan wisatawan asing yang cenderung menganut paham liberal, tentunya tidak sepaham dengan aturan tersebut. Hal ini bisa mengancam jumlah kedatangan mereka, tak nyaman lagi untuk berlibur di Bali. Padahal mengingat kembali sejarah 1960, Bali setenar ini adalah tak lepas dari peran bangsa Eropa dan Australia. Untuk mencegah RKUHP ini efektif di tahun 2025, ‘people power’ yang sangat progresif di zaman digitalisasi sekarang, harus digerakkan. Karena sudah banyak kasus yang viral di media sosial, terus diungkit masyarakat pun kian mendapat perhatian dan tekanan ke pemerintah maupun pihak berwenang untuk mengusut secara tuntas.
“Sebaiknya pemerintah mengkaji ulang lagi UU KUHP tersebut, dengan konteks negara hukum, bukan ke ranah terlalu privat. Jauh lebih penting, para penegak hukum memproses kasus-kasus yang lebih besar dan jelas merugikan seluruh lapisan masyarakat”.
Terlepas, berbagai tantangan yang menerpa pariwisata Bali, Risky Pramana menyakini hospitality yang terlatih sejak era 1950an, Bali akan tetap jadi primadona, disokong dengan fundamentalnya sistem keamanan Pulau Dewata. Atas alasan ini, ia pun sukses mendirikan perusahaan jasa pelayanan keamanan masyarakat “PT. Garda Wira Karya Bali” yang berdiri sejak 25 Agustus 2010, meliputi fasilitas Satpam Acara dan Satpam VIP PAM, Pengembangan dan Pelatihan Satuan Pengamanan, Konsultan Pengamanan dan Sistem Kontrol Pemantauan Akses CCTV. Dengan komitmen “Provide Quality to Generate Trust”, perusahaan ini memberikan solusi atas beban ketenagakerjaan mitra kerja sesuai dengan Kepmenaker Nomor 220 tahun 2004. Dan jaminan kualitas kerja yang ditawarkan akan sangat membantu mitra kerja untuk tetap berkonsetrasi penuh pada perkembangan bisnis inti perusahaan.
Selain upaya diatas, solidaritas masyarakat untuk tetap melestarikan adat dan budaya pun harus terus dilestarikan dan terbuka dengan modernisasi. Tidak ada salahnya kita belajar dari negara-negara lain, yang baru mengembangkan pariwisatanya, namun sudah terbukti sukses mengundang wisatawan, seperti Malaysia dan Thailand. Kualitas pariwisatanya seperti keamanan, Bali masih terbilang rendah dibandingkan negara-negara tetangga yang baru mengembangkan potensi wisata mereka. Selain itu, salah satu agenda utama dari Sektor Kesehatan Presidensi G20 Indonesia ialah memperkuat arsitektur globalnya, untuk pencegahan, kesiap-siagaan dan respons terhadap acaman pandemi di masa mendatang.
Dalam lingkup Bali, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) saat ini terus gencar mendorong pembangunan destinasi wisata kesehatan dan kebugaran atau wellness and health tourism di Bali. Sudah terdapat beberapa fasilitas kesehatan, rumah sakit di Bali yang akan dikembangkan, yang diharapkan akan memberikan kemudahan bagi warga negara asing yang tengah berlibur di Bali, tak perlu ke luar negeri. Pemerintah Indonesia pun sedang mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan yang menetapkan lokasi KEK Kesehatan pertama di Indonesia, yang berada di Sanur, Denpasar, Bali. KEK Sanur ini pun diafirmasikan, sekaligus menjadi jawaban atas banyaknya warga Indonesia yang memilih untuk menjalani perawatan medis ke luar negeri karena keterbatasan fasilitas kesehatan di Indonesia. Ibaratkan “Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui”. Sembari berlibur, mereka pun juga bisa sekaligus wisata kesehatan di pulau Dewata.