Berbicara mengenai perkembangan industri peternakan lokal di kawasan Kecamatan Busungbiu dan sekitarnya, tak terlepas dari kehadiran sosok bernama I Nyoman Pegeg Suyasa. Pengusaha usia 65 tahun tersebut telah menggarap peluang bisnis peternakan sejak tahun 1980. Kini kompetisi usaha kian kompetitif namun Nyoman Pegeg mampu membuktikan eksistensi diri. Sembari ikut berperan memajukan industri peternakan di daerah dengan melakukan pembinaan terhadap para peternak lokal lainnya.
Di salah satu sisi Jalan Kiskinda, Busungbiu, Kabupaten Buleleng, berdiri kokoh sebuah ruko berlantai dua. Pada lantai terbawah bangunan tersebut, nampak berbagai perkakas yang sangat familiar bagi para pelaku usaha peternakan. Bila jauh menelisik bagian dalam akan terlihat tumpukan karung besar berisikan pakan bagi hewan-hewan yang diternakkan. Tak jauh dari sana bertumpuk rapi telur-telur, siap didistribusikan ke para penjual di pasaran.
Tempat usaha itu bernama UD. Piko, milik Nyoman Pegeg. Menjual aneka pakan ternak dan kebutuhan usaha peternakan lainnya, UD. Piko telah memiliki pelanggan setia dari seantero wilayah Kecamatan Busungbiu. Tidak heran lantaran toko ini sudah ekis sekitar 20 tahun. Selain karena telah mendapat hati di masyarakat, alasan toko ini diburu lantaran menyediakan harga bersaing serta pelayanan berkualitas.
Nyoman Pegeg mencetuskan ide usaha penjualan pakan ternak karena sebelumnya ia telah terlebih dahulu terjun ke usaha peternakan. Ia melihat adanya permintaan secara berkelanjutan terhadap ketersediaan pakan ternak semenjak semakin banyak peternak lokal yang bermunculan. Peluang ini pun tak sulit digarapnya sebab ia sudah bekerja sama dengan beberapa produsen pakan ternak sejak memulai usaha peternakan ayam dahulu.
Perjalanan usaha Nyoman Pegeg dimulai pada tahun 1980. Saat itu ia melakukan survei sederhana terlebih dahulu mengenai peluang apa yang sekiranya dapat dikelola sebagai usaha tentunya memiliki prospek bagus dalam jangka panjang. Dari beberapa ide usaha yang ia temukan, Nyoman Pegeg melirik usaha produsen telur. Hal itu dilakukan karena melihat telur sebagai komoditi pokok bagi masyarakat yang akan selalu dibutuhkan dalam situasi apa pun.
Meraih kesuksesan lewat berwirausaha memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Demikian dirasakan Nyoman Pegeg saat memulai bisnis dengan modal minim. Modal tersebut ia gunakan untuk membangun kandang dan membeli bibit ayam sejumlah 200 ekor. Seiring perjalanan waktu tidak semua bibit berkembang atau pun menghasilkan telur sesuai harapan. Telur-telur yang memenuhi standar dikumpulkan dan didistribusikan ke tingkat pengecer atau ke usaha-usaha yang berkecimpung di industri makanan.
Setelah merasakan usaha peternakan ayam petelur ini cukup stabil dalam memenuhi permintaan pasar, Nyoman Pegeg berniat merambah ke usaha peternakan ayam berjenis boiler. Tepatnya di tahun 1987, Nyoman Pegeg mulai berternak ayam pedaging tersebut. Hasil peternakan dipasarkan ke bakul-bakul ayam yang ada Kecamatan Busungbiu.
Lambat laun jaringan pemasarannya semakin luas. Tidak hanya memenuhi permintaan para bakul ayam yang ada di Busungbiu, bahkan sukses merambah ke desa-desa di kecamatan lainnya. Sebagai sosok yang visoner, Nyoman Pegeg tidak mau kehilangan kesempatan untuk memperluas jaringan pemasaran. Ia menemukan masih banyak wilayah yang dapat dijajaki karena seiring waktu baku-bakul ayam kian terus bermunculan di berbagai daerah.
Tiga tahun kemudian Nyoman Pegeg berhasil menguasai pasar di wilayah Tabanan seperti di Baturitit dan Pupuan. Bahkan ia berhasil menembus pasar di Denpasar yang sudah dikuasai peternak skala besar lainnya. Dalam satu hari ia mampu mengerahkan 5 unit armada pengantar dengan jumlah ayam sekitar 2500-3000 ekor.
Kondisi ini cukup bertahan hingga beberapa tahun hingga akhirnya tantangan besar muncul yang membuat Nyoman Pegeg harus berusaha lebih ekstra. Jika sebelumnya pasar dipenuhi oleh produk peternakan dari para pengusaha ternak mandiri, mulai jelang tahun 2010 industri peternakan mulai didominasi oleh peternak kemitraan. Melalui sistem kemitraan ini, para pengusaha selaku peternak plasma cukup dimudahkan karena hanya perlu mengoperasikan usaha sesuai standar operasional yang ditentukan oleh perusahaan kemitraan. Selebihnya, urusan pakan, obat-obatan, hingga jalur pemasaran sudah diurus oleh perusahaan tersebut.
Nyoman Pegeg menjadi salah satu dari segelintir para peternak mandiri yang tersisa, masih belum memutuskan untuk ikut sistem kemitraan. Menghadapi tantangan di era persaingan yang semakin ketat ini, Nyoman Pegeg masih berjuang melanjutkan nafas usahanya dengan kembali berfokus ke peternakan ayam petelur. Selain memproduksi telur, ia juga berternak ayam pullet yang merupakan bibit ayam ras petelur. Selain itu Nyoman Pegeg juga memasarkan pakan ternak serta kebutuhan usaha peternakan lainnya.
Di luar rutinitas sebagai pengusaha, Nyoman Pegeg juga tergabung dalam asosiasi usaha peternakan. Kegiatan utama yang kerap dilakukan adalah pembinaan terhadap peternak mandiri lokal. Melalui upaya ini ia berharap dapat berkontribusi dalam memajukan usaha peternakan sehingga nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan para peternak lokal.