Gianyar – Candi Gunung Kawi Tampaksiring yang terletak di Banjar Penaka, Gianyar, Bali, menjadi salah satu situs arkeologi sekaligus lokasi wisata edukasi di Bali. Gunung Kawi merupakan situs berupa candi yang dipahatkan pada dinding batu di tebing Sungai Pakerisan. Tempat ini banyak diminati oleh wisatawan mancanegara, khususnya asal Eropa.
“Kalau Agustus pasti tingkat kunjungan meningkat karena itu waktunya tamu-tamu Eropa datang. Seperti awal Agustus tahun ini saja sudah mulai ramai dan dari tanggal 1-3 satu harinya kunjungan bisa sampai 400 wisatawan mancanegara. Kalau untuk bulan Juli hanya sekitar 150-200 wisman per harinya,” kata Koordinator kawasan Gunung Kawi Tampaksiring, I Made Yuliarta, Kamis (4/8/2022).
Yuliarta menyebut, wisatawan yang datang kebanyakan memang ingin mengetahui sekaligus menggali kisah-kisah tentang keberadaan candi tersebut. Rata-rata wisatawan menghabiskan waktu satu jam untuk menikmati keindahan Gunung Kawi. Namun, beberapa wisatawan bahkan ada yang menghabiskan waktu hingga empat jam untuk mengenal lebih dalam terkait keberadaan situs tersebut.
“Itu karena rasa ingin tahu mereka yang sangat besar. Normalnya untuk dapat menikmati keseluruhan candi hanya satu jam saja. Wisatawan yang memang ingin mencari tahu kisah dan kebudayaan di sini juga selalu banyak bertanya dan mengatakan luar biasa setelah berada di sini. Apalagi mereka berhadapan dengan situs langsungnya,” imbuhnya.
Kawasan Gunung Kawi dibuka untuk wisatawan mulai pukul 07.00-18.00 Wita. Pengunjung diwajibkan mengenakan pakaian adat Bali.
Tak hanya itu, pengunjung juga tidak diperkenankan naik sembarangan ke tempat-tempat yang disucikan. Jika hendak masuk memasuki areal yang disucikan, alas kaki harus dilepaskan.
Kisah Candi Gunung Kawi
Menurut sejarah, Pura Gunung Kawi Tampaksiring merupakan sthana atau tempat pemujaan Raja Bali yang bernama Anak Wungsu yang merupakan Putra dari Raja Udayana.
Diceritakan, Raja Udayana dengan permaisurinya Gunapriya Dharmatpatni memiliki tiga orang putra, yakni Airlangga sebagai putra sulung dan merupakan Raja Kediri di Jawa Timur. Kemudian Marakata dan Anak Wungsu meneruskan tahta Raja Udayana di Bali. Setelah Raja Udayana wafat digantikan oleh Marakata pada tahun 1025 masehi, Marakata digantikan oleh adiknya, Anak Wungsu pada tahun 1049-1080 masehi.
Konon, raja-raja ini setelah wafat distanakan di Candi Gunung Kawi Tampaksiring. Pada dinding candi ditemukan tulisan Kediri Kwadrat yang berbunyi ‘Haji Lumang Ing Jalu’ yang berarti Raja yang diabadikan di Jalu. Sedangkan di kuil kedua ada tulisan yang berbunyi ‘Rwa Nak Ira’ yang berarti dua putranya. Sehingga dapat disimpulkan candi terbesar adalah kuil Udayana dan kuil kedua anak-anaknya.
Di bagian selatan Candi Gunung Kawi terdapat campuhan yang merupakan pertemuan dua sungai, yakni sungai Pakerisan dan Bulan. Menurut kepercayaan masyarakat Hindu, campuhan tersebut dipercayai sebagai tempat untuk pemurnian diri. Serta hingga saat ini, orang-orang masih percaya dan menggunakan air suci atau tirta yang tersedia di Candi Gunung Kawi untuk tujuan upacara keagamaan.) (detikbali)