Warga Banjar Dinas Langsat, Desa dan Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, memiliki tradisi unik yang disebut Grudug Langsat. Tradisi ini merupakan bentuk kegembiraan warga Banjar Langsat saat menyambut Galungan. Selain itu, tradisi ini juga menyadarkan betapa rapuhnya pikiran, perkataan, dan perbuatan manusia saat terbakar emosi, bak daun langsat.
Tradisi Grudug Langsat dilakukan setiap Buda Kliwon, Wuku Dunggulan. Saat sore tiba, warga setempat akan berkumpul di pertigaan jalan untuk menggelar Grudug Langsat.
Grudug Langsat menjadi penengah antara pikiran, perkataan, dan perbuatan yang berseberangan dari dua orang warga yang akan beradu. Warga yang akan beradu itu menentukan sendiri lawannya sesuai kesepakatan dan ukuran tubuh agar seimbang.
Seperti namanya, senjata yang digunakan warga saat beradu adalah daun langsat. Daun langsat mudah ditemui karena pohonnya tumbuh di lingkungan Banjar Langsat. Peserta Grudug Langsat juga membawa ngiyu (nampan dari anyaman bambu) yang dijadikan sebagai tameng. Setelah perlengkapan itu siap, kedua warga tersebut kemudian saling serang satu sama lain.
Jro Mangku Pura Puseh Rendang Kelodan I Nengah Kariasa mengatakan bahwa dulu warga di lingkungan Banjar Dinas Langsat sangat mudah ribut karena hal sepele. Berangkat dari itulah, para tetua di lingkungan tersebut terbersit ide untuk membuat tradisi Grudug Langsat.
“Jadi maknanya jika ada dua warga yang pikiran, perbuatan, dan perkataannya berseberangan, maka kita biarkan saja mereka. Pasti akan ribut dan megrudugan karena ini akan mengaku benar dan itu juga mengaku benar. Nah itulah yang disimbolkan dengan daun langsat dan ngiyu,” kata Jro Mangku Nengah Kariasa, Kamis (9/6/2022).
Grudug Langsat diikuti oleh anak-anak, remaja, dewasa, hingga perempuan. Suasana saat digelar pun lekat dengan kegembiraan sebagaimana tujuan Grudug Langsat. Terlebih lagi, saat dua warga saling serang juga diiringi oleh tetabuhan sehingga suasana menjadi lebih meriah.
Pertandingan Grudug Langsat dinyatakan berakhir setelah daun langsat dan ngiyu yang dibawa tersebut rusak. Akhir pelaksanaan Grudug Langsat biasanya ditandai dengan munculnya barong bangkal sebagai penengah.
“Daun langsat sangat gampang lepas jika digunakan saling pukul. Begitu juga dengan ngiyu, juga sangat gampang lepas saat digunakan sebagai tameng. Itulah kita jadikan simbol bahwa pikiran, perbuatan, dan perkataan itu semua akan sia-sia atau rapuh jika tidak memahami aturan. Sehingga di akhir munculnya barong bangkal sebagai penengah sehingga pertarungan akan berakhir dan masyarakat akan dibuat bergembira,” kata Jro Mangku Nengah Kariasa yang juga sebagai Perbekel Desa Rendang.
Source: detik