Bagi sebagian orang, menganggap masa pensiun adalah awal untuk memulai rehat dari segala aktivitas. Sehingga banyak orang yang mempersiapkan masa pensiun dengan memapankan ekonomi terlebih dahulu. Namun berbeda dengan sosok pengusaha bernama I Wayan Tang. Setelah purna tugas sebagai karyawan salah satu BUMN di Indonesia, memutuskan untuk terjun ke dunia usaha. Usia yang tak lagi muda tak menghalanginya untuk tetap berkarya agar menebar manfaat untuk sekitarnya.
Guratan di kulitnya yang tak mampu lagi dapat disembunyikan, sebagai penanda usianya yang tak lagi muda. Namun nyala semangat di matanya untuk tetap berproduktif tak pernah padam. I Wayan Tang namanya. Salah satu tokoh di daerah Bali Selatan yang menjadi saksi bisu kemajuan pembangunan di sana. Bahkan di masa mudanya, ia ikut berkontribusi dalam revolusi pembangunan infrastruktur di Pulau Dewata khususnya di bidang pembangunan sarana transportasi udara. Dialah salah satu orang lokal yang ikut dalam pembuatan bandara kebanggaan masyarakat Bali, I Gusti Ngurah Rai International Airport.
Kini ia lebih dikenal sebagai sosok pengusaha kawakan di bidang usaha Perdagangan, Pertambangan, dan General Contractor. Rekam jejaknya di dunia usaha terhitung hampir dua dekade lamanya. Tak heran apabila sepak terjang pengalaman berwirausaha sudah tak diragukan lagi. Ia juga disegani banyak orang, baik oleh mitra usaha, para klien, hingga para karyawannya karena sikap kedermawanannya. Baik dalam hal berbagi materi maupun ilmu atau wawasan. Pembangunan sebuah pura di Bali yang menghabiskan dana milyaran rupiah, juga merupakan salah satu bentuk pengabdian diri untuk umat Hindu di Pulau Dewata.
Kisah hidup I Wayan Tan tak kalah menakjubkan dibanding benderangnya lampu-lampu di landasan pacu bandara Ngurah Rai, salah satu karya bersejarah yang pernah ia buat. Wayan Tang lahir dan bertumbuh di kawasan Bukit Pecatu sebagai anak dari seorang petani. Berbeda dengan Desa Pecatu saat ini dengan gemerlap pariwisata, wilayah tersebut dulunya hanyalah bukit berkapur gersang. Masyarakat di sana, termasuk keluarga Wayan Tang hanya bisa mengandalkan pertanian sawah tadah hujan.
Ketiadaan biaya membuat Wayan Tang harus rela berhenti mengakses pendidikan di sekolah. Jangankan untuk bersekolah, biaya untuk makan pun sangat sulit dicukupi. Kemiskinan hidup yang menderanya justru membuat Wayan Tang tumbuh sebagai sosok yang tangguh. Ia memiliki cita-cita bahwa kelak akan menjadi tokoh yang berhasil dari segi finansial sehingga nantinya dapat membahagiakan keluarganya. Harapan untuk maju semakin terbuka di saat ia menerima pekerjaan sebagai buruh angkut batu pada tahun 1964. Selama tiga tahun lamanya ia bekerja di sana untuk menyelesaikan proyek pembuatan dasar selokan di bandara Ngurah Rai.
Baru di tahun 1967 ia dilibatkan para proyek penataan lampu di landasan pacu bandara. Pekerjaan tersebut memerlukan fisik yang kuat sehingga rasa lelah kerap menghampiri Wayan Tang. Namun ia tetap bersyukur masih diberi anugerah berupa rezeki dan menganggap pekerjaannya itu sebagai bentuk pengabdian dalam rangka memajukan infrastruktur tanah kelahirannya.
Tepatnya di tanggal 9 September 1969, merupakan hari bersejarah bagi masyarakat Bali karena saat itu penerbangan internasional resmi dibuka. Begitu juga bagi Wayan Tang, hari itu tak akan bisa terlupakan sebab menjadi hari pertama resmi diangkat sebagai pegawai penerbangan sipil setingkat Pegawai Negeri Sipil. Rasa bangga meliputi, sebagai orang yang tak mengantongi ijazah pendidikan telah berhasil mencapai posisi pekerjaan seperti itu. Ia pun mensyukuri apa yang ia raih dengan memberikan kinerja terbaik untuk memajukan instansi yang menaunginya.
Pada tahun 1980 kembali Wayan Tang menorehkan prestasi lainnya dengan diangkat menjadi pegawai tetap PT. Angkasa Pura I. Itu artinya ia sudah bisa mendapat penghasilan sebagai pegawai BUMN. Mulai saat itu kehidupan ekonominya jauh lebih baik dibanding masa-masa awal mengabdi pada proyek pembangunan bandara. Setelah mengarungi masa tugas di Angkasa Pura I selama 12 tahun, tiba waktunya Wayan Tang untuk memasuki masa pensiun. Selama itu pula sudah banyak sumbangsihnya untuk perusahaan milik negara tersebut. Di sisi lain ia juga ditempa menjadi pribadi yang disiplin dan tangguh dalam menghadapi tantangan apa pun.
Barulah setelah pensiun, Wayan Tang memiliki waktu untuk bisa mengerjakan kegiatan produktif di luar pekerjaan sebagai karyawan. Ia memutuskan untuk mengisi masa purna tugas dengan merintis usaha yang masih ada kaitannya dengan dunia konstruksi dengan nama UD. Tambun Sari. Pada tahun 2005 ia membeli satu unit truk dari dana pensiunnya. Armada itu ia gunakan untuk bekerja di proyek konstruksi atau pertambangan. Perkembangan usaha kian bagus membuat Wayan Tang berani membeli beberapa unit truk lainnya. Ia juga berekspansi dengan ikut menggarap peluang usaha pertambangan pasir.
Pada tahun 2008, Wayan Tang membeli alat berat pertama berupa escavator dari merk terkemuka yang dibanderol dengan harga milyaran rupiah. Ia mendapatkan suntikan dana dari pihak perbankan untuk membeli alat tersebut namun dalam waktu beberapa tahun saja sudah mendapat hasil pekerjaan yang bisa melunasi pinjaman itu. Proyek penataan lahan dan pengurugan dengan nilai milyaran rupiah telah mengantarkan ia pada gerbang kesuksesan.
Agar memudahkan dari segi administrasi dan legalitas saat menangani berbagai proyek besar maka ia pun mendirikan PT. Mutiara Sari Samudra yang di dukung penuh oleh Tambun Sari Group baik data maupun tenaga ahli. Tambun Sari Group memiliki peralatan lengkap yang dapat mengerjakan kebutuhan proyek klien. Perusahaan ini semakin dikenal lewat tenaga SDM yang terampil dalam pengoperasian alat berat. Serta berpengalaman untuk pekerjaan cut & fill telah lama dikuasai. Lebih dari belasan tahun berdiri dan mengelola puluhan proyek baik swasta maupun pemerintah merupakan bentuk nyata hasil dari kreativitas, kecepatan, kerja keras dan kejujuran dari tim Tambun Sari Group.
Melalui kisah hidup Wayan Tang dapat dipetik pelajaran bahwa latar belakang sosial maupun pendidikan bukan penentu masa depan seseorang. Siapa pun berkesempatan meraih sukses asalkan mau bekerja keras dan tidak menyerah menjalani proses menuju garis akhir. Serta apabila telah mencapai sukses tidak boleh berpuas diri dan sebisa mungkin menggunakan rezeki yang didapat untuk berbagi terhadap sesama.