Ir. I Ketut Wita Adnyana, MM | Direktur Francisco International
Badai pandemi meluluhlantakkan semua sendi kehidupan masyarakat, termasuk sektor pariwisata yang menjadi penopang perekonomian Bali. Namun di tengah ketidakpastian tentang masa depan dunia, sejumlah pihak masih terus menyalakan harapan. Termasuk institusi pendidikan pariwisata yang masih berupaya mencetak SDM siap kerja di era normal baru saat ini. Salah satunya Francisco International Hotel / International Hospitality Education Center (IHEC)
Bali sebagai salah satu destinasi wisata nasional dan internasional telah memberikan kontribusi ekonomi terhadap devisa negara. Aktivitas pariwisata di Pulau Dewata ini juga membuka lapangan kerja seluas-luasnya sehingga mampu membangkitkan ekonomi masyarakat. Banyaknya SDM di Bali yang ingin menjadi insan pariwisata membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan softskill dan hardskill. Inilah tantangan bagi pelaku pendidikan pariwisata di Bali agar mencetak SDM berkualitas sekaligus cepat terserap di dunia kerja.
Berbicara mengenai perkembangan pendidikan pariwisata di Bali tidak terlepas dari kontribusi sosok bernama Ir. I Ketut Wita Adnyana, MM. Praktisi sekaligus akademisi ini menjadi perintis pioner sekolah pariwisata berbasis program pelatihan kilat di kawasan Badung Utara. Direktur Francisco International Hotel / International Hospitality Education Center (IHEC) ini menawarkan program kuliah berorientasi siap kerja. Sehingga tak jarang lulusan FSC IHEC dapat terserap di industri dengan cepat bahkan langsung kerja sebelum wisuda.
Sejarah
Berangkat dari keprihatinan terhadap kurangnya ketersediaan lembaga pelatihan hospitality di Bali pasca reformasi tahun 1999, Ketut Wita menginisiasi program kuliah singkat bagi lulusan SMA dan SMK yang ingin bekerja di industri pariwisata. Program dibentuk pada tanggal 15 Oktober 2000 di bawah bendera Yayasan Bali Lestari Wisata (BLW) di mana Ketut Wita berperan selaku ketua yayasan.
Ternyata program kuliah singkat tersebut langsung mendapatkan antusiasme dari masyarakat lantaran banyaknya SDM di Bali yang ingin bisa langsung kerja. Tanpa harus melalui masa perkuliahan konvesional yang umumnya memerlukan masa bertahun-tahun agar bisa lulus.
“Kami menawarkan program kuliah singkat langsung kerja. Setelah dipastikan terserap di dunia kerja baru kemudian mencari gelar Sarjana berkompetensi,” ujar Ketut Wita.
Meskipun program perkuliahan yang ditawarkan memiliki masa pelaksanaan terbilang singkat, namun lulusan FSC IHEC tetap mendapat bekal ilmu yang tidak kalah lengkap dari program kuliah konvensional. Hal ini karena Ketut Wita telah meramu formula pembelajaran yang efektif sehingga ilmu kepariwisataan yang komprehensif dapat diterima dengan baik oleh mahasiswa.
FSC IHEC mengembangkan beberapa program berupa pendidikan dan pelatihan perhotelan dengan jurusan Perhotelan Dasar program 1 tahun ( basic level ), Hotel Supervision Program 2 tahun ( Middle Level ), Hotel Management program 3 tahun ( Upper Level ) dan SPA Management. Tentunya mahasiswa nantinya akan diberikan sertifikat kompetensi setelah mengikuti program perkuliahan.
Sesuai dengan misi lembaga yaitu Membangun Pendidikan Pariwisata atau Hospitality berstandar International yang membentuk tenaga kerja berkompetensi serta memiliki kecakapan hidup (Life Skill) dimanapun mereka berada.
“Tidak jarang para lulusan kami yang telah terserap di dunia kerja, cepat mendapat kepercayaan memegang peran kunci di perusahaan. Hal itu karena multi kemampuan yang meningkatkan daya tawar mereka di mata perusahaan,” imbuhnya.
Adaptasi terhadap Perubahan
Menghadapi dinamika selama masa pandemi di tahun 2020, Ketut Wita mengatakan pihaknya telah melaksanakan upaya adaptasi yaitu menerapkan protokol kesehatan selama kegiatan perkuliahan berlangsung. Penerapan protokol kesehatan meliputi menyimpan barang bawaan dalam ruang loker, memakai masker, cek suhu tubuh, cuci tangan, duduk dan berdiri selalu jaga jarak, dan jam pertemuan lebih singkat. Berkat kesadaran semua pihak kebijakan protokol kesehatan dapat diterapkan tanpa kendala apa pun.
Tidak ada kesulitan berarti dalam proses kegiatan perkuliahan di Francisco International di masa normal baru saat ini. Ketut Wita mengatakan metode perkuliahan yang mengutamakan efektivitas jam tatap muka sudah diberlakukan sebelum masa pandemi berlangsung. Mahasiswa diarahkan untuk mempelajari materi dari berbagai sumber sebelum jam perkuliahan dimulai. Saat jam kuliah berlangsung para mahasiswa dituntut untuk mampu mendiskusikan materi yang telah dipelajari. Tentunya kegiatan kuliah dilakukan dengan tetap menjaga jarak dan durasi pertemuan yang lebih singkat. Begitu pun saat praktikum dilakukan dengan mengikuti standar protokol kesehatan.
Menurut Ketut Wita, kondisi pariwisata Bali sedang mengalami masa kemunduran akibat pandemi Covid-19 merupakan konsekuensi yang harus dihadapi bersama. Namun semestinya dijadikan sebagai suatu momentum untuk merubah image pariwisata Bali.Sebelumnya Industri pariwisata Bali yang terkenal sebagai industri pariwisata massal (mass tourism) harus dapat berubah ke arah industri pariwisata kualitas (quality tourism).
Proses pembelajaran di Kampus Francisco International
Ia berharap ke depannya perkembangan pariwisata Bali juga lebih berbasis kerakyatan. Artinya pariwisata dikembangkan oleh dan dari masyarakat lokal (local owned and managed). Keterlibatan masyarakat dalam aktivitas pariwisata misalnya saja dengan adanya homestay yang dikelola oleh masyarakat di sekitar objek wisata. Begitu pula pengelolaan tempat wisata menjadi tanggung jawab bersama. Sehingga ekonomi masyarakat lebih menggeliat.