KEBERADAAN covid-19 berimbas pada semua bidang termasuk di sektor pendidikan. Protokol pencegahan untuk memutus mata rantai penyebaran mengakibatkan proses pembelajaran yang biasanya dilakukan secara tatap muka harus beralih ke moda pembelajaran jarak jauh. Peralihan moda belajar ini sudah berjalan hampir lima bulan dan memberikan gambaran bahwa proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidaklah semudah yang dibayangkan. Tidak hanya mengubah media pembelajaran dari tatap muka ke jarak jauh begitu saja, tetapi harus diawali dengan persiapan dalam bentuk analisis pembelajaran yang baik sehingga anak didik dipersiapkan secara mental dan materinya
Mendadak daring ialah istilah yang sering kita dengar, hal ini menyiratkan pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan media daring bisa diimplementasikan begitu saja. Alhasil ada beberapa komentar miring mengenai penerapan PJJ ini. Hal ini sangat bisa dipahami mengingat proses peralihan dari tatap muka ke daring tidak terencana. Prinsip pendidikan jarak jauh ialah keterpisahan antara guru/dosen/pengajar dan peserta didik sehingga interaksi yang terjadi menggunakan berbagai media, baik media cetak maupun noncetak. Bila dianalogikan dari sisi ilmu komunikasi, proses PJJ dapat dilihat dari komponen komunikasi yang paling sederhana dari formula Lasswell (1948), yaitu komunikator, pesan, media, penerima, dan efeknya. Formula ini tampak sederhana, tetapi harus diingat bahwa semua komponen yang ada haruslah dirancang sedemikian rupa agar pesan pembelajaran bisa diterima dan dicapai peserta didik karena dalam setiap prosesnya pasti ada noise atau gangguan. Yang terjadi saat ini semua komponen belum dipersiapkan dengan baik. Di samping itu, media penghantarnya pun disamaratakan untuk seluruh Indonesia, yaitu melalui daring.
Ada tiga pertanyaan utama yang muncul, sudahkah materi ajar dirancang sesuai dengan kaidah pembelajaran? Kedua, apakah semua peserta didik memiliki sarana dan pra sarana yang memadai untuk pembelajaran daring, seperti perangkat berupa laptop, tablet, atau handphone? Ketiga, sudah tersediakah infrastruktur yang menunjang proses pembelajaran daring, seperti jaringan atau koneksi internet di seluruh pelosok Tanah Air ini? Bila ketiga jawaban ini bisa terjawab dengan baik, proses pembelajaran daring bisa diimplementasikan. Namun, bila salah satu tidak terjawab, janganlah pembelajaran daring atau PJJ yang dijadikan sumber kegagalan. Daring hanya salah satu cara penyampaian materi ajar pada PJJ. Ada banyak sekali moda penghantar pembelajaran, di antaranya materi cetak, materi berbasis audiovi deo, dan melalui daring.
Ilustrasi
Hal utama pada proses pembelajaran jarak jauh ialah merancang desain pembelajarannya. Salah satunya seperti apa yang diungkapkan Sharon, Deborah, dan James (2015) bahwa untuk membuat suatu desain pembelajaran yang me madai, harus diciptakan lingkungan pembelajaran yang terdiri dari instructional strategies, yang menentukan bagaimana cara proses pembelajaran dilakukan, mengutamakan kebutuhan peserta didik atau semua berdasar keinginan guru/dosen/pengajar. Yang kedua integration, terjadinya pertautan antara materi dan media yang dipilih. Hal ini harus dibarengi dengan tingkat literasi media yang baik dari pendidik agar mampu memilih media apa yang akan digunakan untuk menyampaikan mata ajarnya. Ketiga, learning context ialah bagaimana situasi pembelajaran yang diberikan, apakah secara daring ataukah perpaduan antara tatap muka dan daring. Bila lingkungan pembelajaran sudah terbentuk, proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik. Bagaimana dengan materi ajarnya sendiri?
Dalam pembelajaran jarak jauh ciri utama ialah keterpisahan antara pengajar dan siswa. Oleh karenanya, materi ajar yang diberikan haruslah dipersiapkan dan dirancang dengan baik agar sifatnya self-explanatory, selfcontained, self-directed, selfmotivated, self-evaluating dan self-learning (Ranganathan, 2007) sebagaimana yang sudah diterapkan di Universitas Terbuka sebagai perguruan tinggi terbuka jarak jauh pertama di Indonesia. Ada banyak konsep dalam merancang suatu proses pembelajaran, salah satunya ialah ADDIE yang berisi tahapan analysis, design, development, implementation and evaluation (Sehart Kurt, 2018). Kalau dilihat dari konsep desain tersebut, pada penerapan PJJ saat ini (karena pandemi covid-19) belum semua tahapan diimplementasikan dengan baik. Hal ini sangat bisa dipahami karena semua tidak terencana, namanya juga pandemi yang datang tanpa pemberitahuan sehingga mendadak PJJ. Dalam merancang desain pembelajaran gaya ADDIE, salah satu tahapan awal ialah analisis terhadap lingkungan pembelajarannya, dalam hal ini kondisi peserta didik, guru/dosen, orangtua dan sosial eko nominya. Bagaimana bisa mengimplementasikan PJJ dengan baik tanpa melalui tahapan ini. Demikian halnya dengan tahapan pengembanagn materi ajarnya. Karena itu, sangat dipahami bila PJJ saat ini tidak semuanya menerapkan kaidah desain pembelajaran sebagaimana mestinya, tetapi langsung pada tahap implementasi. Artinya ada tahapan-tahapan yang hi lang dalam penerapan PJJ. Oleh karenanya, PJJ jangan dijadikan kam bing hitam dalam melihat kondisi pendidikan saat ini karena bukan PJJ-nya yang salah, melain kan penerapannya yang belum sesuai dengan kaidah PJJ. Seiring dengan perkembangan teknologi komuni kasi dan informasi, PJJ bukanlah suatu keniscayaan. Dengan penerapan PJJ yang terencana, PJJ menjadi salah satu pilihan yang tepat dalam metode pendidikan di Indonesia kini dan esok.