Jakarta | Jaksa Pinangki kini meringkuk di tahanan. Ia diduga ikut memuluskan upaya hukum Djoko Tjandra di Indonesia. Ulah Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang menemui Djoko Soegiarto Tjandra saat masih buron telah mencoreng Kejaksaan Agung (Kejagung). Tanpa sepengetahuan atasannya, jaksa yang tercatat sebagai aparatur sipil negara (ASN) golongan IV-A dengan jabatan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan (Jambin) itu berjumpa Djoko Tjandra alias Joker di Malaysia.
Tidak hanya itu, Pinangki juga diduga menerima gratifikasi (suap) dari Djoko Tjandra senilai USD 500.000 atau setara Rp 7 miliar. Nama Pinangki menambah daftar panjang orang yang diduga membantu Djoko Tjandra, buron kasus korupsi hak tagih Bank Bali itu, selama keluar masuk Indonesia. Sebelumnya, Brigjen Prasetijo Utomo (eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidikan Pegawai Negeri Sipil (Rokorwas PPNS) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah ditahan. Ia kedapatan melakukan tindak pidana pemalsuan surat jalan kepada Joko Tjandra. Prasetijo juga ikut mengantar Djoko Tjandra kembali ke Malaysia dengan menumpang jet pribadi. Dua jenderal polisi lainnya, Brigjen Nugroho Wibowo (eks Sekretaris NCB Interpol) dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte (eks Kepala Divisi Hubungan Internasional juga telah dicopot. Begitu juga dengan Lurah Grogol Selatan, Asep Subahan, yang dicopot karena di luar kewenangannya membantu pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KPT) elektronik atas nama Djoko Tjandra. Tak hanya itu, Anita Dewi Anggraeni Kolopaking, pengacara Djoko Tjandra, juga menjadi tersangka dan ditahan polisi. Pinangki mulai masuk radar tim khusus dari Direktorat Pidana Khusus Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung ketika Djoko Tjandra, bos Mulia Group, mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas putusan PK Mahkamah Agung Nomor 12/Pid.Sus/2008 pada 8 Juni 2020. Pinangki dinilai berperan dalam mengkondisikan agar upaya PK itu sukses berjalan.
“Diduga ada peran PSM (Pinangki Sirna Malasari) untuk yang mengkondisikan dan mengatur upaya hukum PK tersebut,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Kejagung, Hari Setiyono di kantornya, Rabu, 13 Agustus 2020.
Sebelumnya, di media sosial sempat viral beredar sejumlah foto pertemuan seorang jaksa berinisial “P” dengan Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking. Temuan atas foto-foto itu lantas dilaporkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada Komisi Kejaksaan (Komjak) pada Jumat, 24 Juli 2020. Boyamin mencatat, setidaknya pertemuan Pinangki dan Djoko Tjandra di Malaysia terjadi sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 12 November 2019 dan 25 November 2019.
“Pertemuan tanggal 12 November 2019 hanya Pinangki dan Djoko Tjandra dan langsung pulang. Pertemuan kedua, tanggal 25 November 2019, Pinangki bersama Anita Kolopaking ke tempat Djoko Tjandra di Malaysia dan menginap di Malaysia,” ungkap Boyamin Saiman, Kamis, 14 Agustus 2020.
Pinangki, yang tercatat sebagai lulusan Fakultas Hukum Universitas Ibnu Kaldun, Bogor, tahun 2004, mulai bekerja di lingkungan kejaksaan sejak tahun 2005. Ia menyelesaikan kuliah S2 di Universitas Indonesia (UI) tahun 2006 dan S3 di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung tahun 2011. Sebelum menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan (Jambin) Kejagung, ia sempat menjadi jaksa di Kejaksaan Negeri Bogor. Melansir data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dikutip dari laman elhkpn.kpk.go.id, Pinangki memiliki aset kekayaan yang fantastis. Dari laporan hartanya pada bulan Maret 2019, ia memiliki total harta kekayaan sebesar Rp 6,008 miliar. Aset terbesar berupa tanah dan rumah di Sentul (Kabupaten Bogor, Jawa Barat), Kota Jakarta Barat (DKI Jakarta) dan Kota Bogor (Jawa Barat) dengan nilai total Rp 5,259 miliar. Tiga mobil probadi senilai Rp 630 juta. Tapi tim verifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan laporan itu ‘tidak lengkap’ pada 27 Desember 2019.
Soal laporan LHKPN milik Pinangki tahun 2019 yang ‘tak lengkap’ itu, menurut Bhatara, menjadi kewajiban Kejagung dan KPK untuk bekerjasama mengungkapnya. Apakah aset kekayaan dan gaya hidupnya Pinangki itu wajar atau tidak. “Jadi kita lihatlah perkembangannya nanti. Kita ingin menguak sejauh mana, sampai mana penyidikannya, jangan sampai ini hanya berhenti di jaksa Pinangki saja. Ada nggak ke atasnya? Kita tunggu saja,” pungkas Bhatara.