Jakarta | Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan kondisi pariwisata di Indonesia sedikit lebih baik dari Thailand yang belakangan terkonfirmasi mengalami resesi. Menurut Wishnutama, pergerakan wisata di Indonesia sudah mulai tumbuh karena ditopang oleh pelancong domestik sehingga sektor ini pelan-pelan dapat mendongkrak kembali pendapatan domestik bruto (PDB).
“Kita (Indonesia) lebih baik dari Thailand. Thailand rely (mengandalkan) wisatawan mancanegara, (turis) domestiknya enggak terlalu banyak. Kalau di Indonesia, wisatawan mancanegara besar, devisanya tahun lalu hampir US$ 23 miliar, tapi wisatawan domestik juga besar,” tutur Wishnutama saat dihubungi Tempo pada Senin, 17 Agustus 2020.
Thailand sebelumnya menyatakan produk domestik bruto (PDB) negaranya terkontraksi 12,2 persen pada kuartal II 2020 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Selain perdagangan, resesi didorong oleh sektor pariwisata yang masih tertekan oleh pandemi virus corona global.
Di Indonesia, Wishnutama menyebut, saat ini pemerintah mengarahkan wisatawan Tanah Air yang tahun lalu berlibur ke luar negeri untuk melancong ke destinasi-destinasi lokal guna menggerakkan sektor wisata.
Potensi jumlah wisatawan tersebut mencapai 8 juta per tahun. Bila berhasil, jumlah wisatawan domestik ini bisa menutup kekurangan kunjungan asing ke Indonesia yang saat ini belum dibuka.
Namun, Wisnuntama mengakui pemerintah memiliki tantangan untuk memastikan para pengelola tempat wisata disiplin menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi. Ia menghindari klaster-klaster penyebaran corona muncul di tempat pelancongan. Karena itu, kata dia, pemerintah terus menggencarkan prograk cleanliness, health, safety, dan environment atau CHSE.
Pergerakan wisata pun didorong di wilayah-wilayah dengan zona penyebaran virus corona yang sudah mulai melandai atau menunjukkan perubahan ke zona hijau. Saat ini, sejumlah daerah yang sudah membuka gerbang bagi turis domestik adalah Yogyakarta, Banyuwangi, Bali, Labuan Bajo, dan beberapa daerah lainnya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal memprediksi, pariwisata Indonesia pada kuartal ketiga masih akan terkontraksi, namun tidak separah kuartal sebelumnya. Sehingga secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III diproyeksikan masih bertengger di kisaran negatif atau -2 persen.
“Saat ini wisatawan sudah kepingin melakukan perjalanan, tapi mereka takut. Sehingga yang dilakukan pemerintah agar wisata bergerak adalah menanggulangi wabahnya lebih dulu,” tuturnya.
Meski tengah mengejar kembali pergerakkan wisata, Faisal mengingatkan pemerintah untuk tidak serta-merta melonggarkan pembukaan tempat-tempat pelancongan demi meningkatkan kunjungan agar tidak terjadi gelombang penularan Covid-19 yang lebih luas.
Apalagi, kata dia, bila pemerintah sampai menghilangkan syarat-syarat tertentu, seperti rapid test, untuk penumpang pesawat. “Jangan lalu dibebaskan syarat rapid tanpa ada pengganti karena itu bisa bahaya,” ucapnya.
Adapun ekonom senior Indef, Aviliani, mengatakan sektor wisata di Tanah Air saat ini belum terlalu tumbuh. Kondisi tersebut dibuktikan dengan posisi uang di perbankan yang belakangan mengalami kenaikan mencapai 8 persen. Itu artinya, masyarakat lebih memilih menyimpan uang di bank dibandingkan dengan menggunakannya untuk konsumsi.
“Jadi masalahnya kelas atas belum belanja karena mereka paling takut dengan Covid-19,” katanya.
Meski begitu, ia meyakini pariwisata merupakan sektor yang paling cepat mengalami pemulihan setelah terpukul pandemi. Menurut dia, daerah-daerah yang mampu menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin dan berhasil mendulang kepercayaan masyarakat akan lebih cepat menerima kunjungan.
“Bila sudah rebound, sektor wisata bisa menghidupkan sepuluh sektor lain di bawahnya. Di antarnaya pertanian, hiburan, kuliner, dan suvenir,” ucapnya.