Jakarta | Sudah 11 tahun menjadi buronan, Joko Soegiarto Tjandra, tiba-tiba terdeteksi berada di Indonesia selama tiga bulan. Joko Tjandra keluar-masuk Indonesia tanpa tercatat di perlintasan Imigrasi. Dia menjadi buron pemerintah Indonesia dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.
Kuasa hukum Joko, Anita Kolopaking, mengatakan kliennya masuk ke Tanah Air tanpa mengendap-endap. Ia berkoordinasi dengan Joko mengenai kedatangannya di Indonesia untuk mendaftarkan permohonan peninjauan kembali.
“Pak Joko bilang bahwa dia sudah tidak lagi masuk red notice. Saya cek ke teman-teman ternyata betul,” ujar Anita seperti dikutip dari Majalah Tempo, edisi 13-19 Juli 2020. Anita tidak menjelaskan siapa ‘teman-teman’ itu.
Anita mengaku menerima kabar Joko Tjandra ingin mengajukan permohonan peninjauan kembali pada September 2019. Seorang utusan memintanya kembali menangani kasus kliennya.
Sejak itu, Anita mempelajari perkara Joko Tjandra, yang kemudian memintanya sebagai kuasa hukum. Anita pun berkali-kali membujuk Joko agar datang ke Indonesia karena kehadiran terpidana merupakan syarat mutlak dalam pendaftaran peninjauan kembali.
Anita juga menyiapkan kartu tanda penduduk elektronik untuk kliennya. KTP lama Joko tak berlaku sejak 2012. Menggunakan jejaringnya, Anita memperoleh kontak Lurah Grogol Selatan, Asep Subahan. Menurut Anita, Asep kemudian menyilakannya membawa Joko datang ke kelurahan karena perekaman data sidik jari tidak bisa diwakilkan.
Pada Ahad malam, 7 Juni lalu, Anita dihubungi Joko yang mengatakan sudah berada di Jakarta pada malam itu. Joko meminta Anita menjemputnya di kediamannya di Jalan Simprug Golf I Nomor 89, Grogol Selatan, Jakarta Selatan, pada Senin pagi. Besoknya, mereka berdua berangkat ke kantor kelurahan untuk membuat KTP.
Namun, ada kejanggalan lain. Saat mengajukan permohonan e-KTP, Joko tak lagi berkewarganegaraan Indonesia. Ia menjadi warga negara Papua Nugini selama dalam pelarian.