DENPASAR. Dampak El Nino telah membuat sejumlah desa di Bali kesulitan air bersih dan kekeringan untuk lahan pertanian.
Hal ini diungkapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra usai Rapat Paripurna, Senin (2/10/2023).
Sementara itu, Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar memetakan lima wilayah di Bali masuk status Awas Kekeringan karena sudah tidak ada hujan minimal 61 hari berturut-turut.
Mulanya, Sekda Indra mengatakan sejumlah desa yang kekurangan air bersih di daerah Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten Karangasem, Bali, karena dampak El Nino. Namun, pihaknya tidak menyebutkan berapa desa yang kekurangan air bersih di dua kabupaten itu.
“Ada beberapa desa di Bali yang mengalami kesulitan air bersih. Seperti beberapa desa di Jembrana, di Karangasem juga,” kata dia.
Ia menyebutkan, El Nino berdampak kekeringan dan berimbas kepada suplai air untuk pertanian dan juga suplai air bersih warga.
“Kalau untuk air pertanian di Bali, tidak terpengaruh secara signifikan oleh El Nino. Tapi untuk air bersih ada pengaruhnya,” imbuhnya.
Namun, pihaknya menyatakan untuk desa yang mengalami kekeringan sudah diatasi oleh BPBD Provinsi Bali berkolaborasi dengan BPBD Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten Karangasem, Bali, serta dinas terkait.
“Hal ini, sudah diatasi melalui kolaborasi BPBD Provinsi, BPBD kabupaten setempat, PDAM, Dinas PU, dan Dinas Sosial. Maka desa-desa yang kesulitan air bersih sekarang disuplai air bersih melalui kolaborasi tadi. Kalau sektor pertanian belum terdampak secara signifikan,” ujarnya.
Sementara, dikonfirmasi, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, I Made Rentin belum merespons berapa banyak desa Bali yang terdampak kekurangan air bersih.
Lima wilayah berstatus Awas Kekeringan
Sementara itu, BBMKG Wilayah III Denpasar telah memetakan lima wilayah di Bali masuk status Awas Kekeringan karena sudah tidak ada hujan minimal 61 hari berturut-turut.
“Sudah lebih dari 61 hari tidak ada turun hujan,” kata Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar I Nyoman Gede Wiryajaya di Denpasar, Bali, Senin.
Lima wilayah di Bali yang masuk status Awas Kekeringan itu yakni mayoritas di Kabupaten Buleleng meliputi Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Sawan, dan Kubutambahan. Sedangkan satu kecamatan berada di Kabupaten Karangasem yakni Kecamatan Kubu.
Ada pun Kecamatan Kubu menjadi kecamatan di Bali yang jumlah hari tidak ada hujan paling lama yakni mencapai 90 hari.
Meski status Awas Kekeringan, BMKG memperkirakan kemungkinan masih dapat terjadi hujan namun dengan curah hujan minim yakni kurang dari 20 milimeter per 10 hari.
Sedangkan tujuh wilayah di Bali masuk status Siaga Kekeringan yakni Kecamatan Kintamani, Karangasem, Kuta, Kuta Utara, Kuta Selatan, Nusa Penida, dan Denpasar. Ada pun jumlah hari tanpa hujan mencapai minimal selama 31 hari dengan kemungkinan masih dapat terjadi hujan mencapai kurang dari 20 milimeter per 10 hari.
Sementara itu ada lima wilayah yang masuk status Waspada Kekeringan yakni Kecamatan Melaya di Kabupaten Jembrana dan sisanya di Kabupaten Buleleng yakni Kecamatan Seririt, Busungbiu, Banjar dan Tejakula.
Untuk status waspada itu, jumlah hari tanpa hujan minimal mencapai 21 hari dengan peluang kemungkinan terjadi hujan kurang dari 20 milimeter per 10 hari.
Pihaknya meminta masyarakat mewaspadai status kekeringan itu, karena berpotensi memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Sebelumnya BBMKG Denpasar memperkirakan puncak musim kemarau di Bali terjadi pada Juli-Agustus 2023 yang dipengaruhi fenomena El Nino.
Berdasarkan analisis BMKG apabila mencapai angka lebih dari 1 merupakan intensitas moderat dan akan semakin kering. Kondisi El Nino diperkirakan mencapai 1,01 pada periode Juni, Juli, Agustus (JJA) 2023, kemudian meningkat lagi pada periode Juli, Agustus, dan September 2023 (JAS), serta Agustus September Oktober (ASO) mencapai 1,10.
Kemudian berangsur menurun hingga November, Desember, dan Januari (NDJ) mencapai 0,92. (sumber: cnnindonesia.com)